Bisnis.com, JAKARTA — Jepang menegaskan tak akan melunak dalam negosiasi dagang dengan Amerika Serikat. Tokyo tetap bersikukuh menuntut penghapusan tarif impor AS, khususnya untuk sektor otomotif dan logam, meski tekanan diplomatik dari Washington kian meningkat.
Dalam konferensi pers rutin pada Selasa (20/5/2025), negosiator utama Jepang, Ryosei Akazawa, mengatakan bahwa pemerintahnya tidak akan tergesa-gesa menandatangani kesepakatan jika hal itu berisiko pada kepentingan nasional.
“Serangkaian tarif AS, termasuk tarif timbal balik dan tarif untuk mobil, suku cadang, baja, serta aluminium, sangat kami sesalkan. Posisi kami tidak berubah: kami terus mendesak peninjauan kembali yang berarti penghapusan tarif tersebut,” ujar Akazawa seperti dikutip dari Reuters.
Ia mengungkapkan, Jepang dan AS telah menggelar pembicaraan teknis lanjutan di Washington pada Senin. Namun, jadwal pertemuan tingkat menteri untuk putaran ketiga negosiasi belum ditentukan. Meski demikian, kantor berita Kyodo melaporkan Akazawa dijadwalkan bertolak ke Washington pekan ini, dengan pertemuan lanjutan kemungkinan dimulai pada Jumat.
Dalam laporan yang sama, Kyodo menyebut bahwa Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer akan hadir dalam pembicaraan tersebut, sementara Menteri Keuangan AS Scott Bessent dipastikan absen.
Sebagai bagian dari kebijakan proteksionisnya, Presiden AS Donald Trump pada 2 April menetapkan tarif impor sebesar 10% untuk hampir semua negara—kecuali Kanada, Meksiko, dan China. Jepang masuk dalam daftar negara yang akan dikenakan tarif hingga 24% mulai Juli, kecuali berhasil menegosiasikan kesepakatan.
Baca Juga
Para pejabat Jepang, termasuk legislator dari partai berkuasa, memandang tidak ada manfaat dari kesepakatan dagang dengan AS jika tarif 25% untuk impor kendaraan tidak dicabut, mengingat vitalnya sektor otomotif bagi perekonomian nasional.
Meskipun Jepang menjadi negara ekonomi besar pertama yang membuka pintu negosiasi bilateral dengan Washington, justru Inggris yang lebih dulu mencapai kesepakatan perdagangan dengan pemerintahan Trump. Di sisi lain, AS dan China telah sepakat untuk memberlakukan gencatan senjata selama 90 hari guna meredakan ketegangan perang dagang yang mengancam ekonomi global.
Namun, ekspektasi bahwa Jepang dan AS akan segera mencapai kesepakatan dinilai semakin suram. Harian Nikkei melaporkan pekan lalu bahwa Tokyo mungkin melunakkan sikapnya dengan hanya menuntut pengurangan tarif, bukan penghapusan total.
Seorang sumber yang mengetahui jalannya perundingan mengatakan Jepang tengah menyiapkan paket konsesi, termasuk peningkatan impor jagung dan kedelai dari AS, kerja sama teknologi dalam sektor perkapalan, serta revisi standar inspeksi untuk mobil impor sebagai imbal balik.