Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Industri Pengerjaan Logam dan Mesin Indonesia (Gamma) memproyeksikan terjadinya fenomena demand shock atau perubahan permintaan yang melesat atas produk permesinan (HS 84-85) Indonesia ke Amerika Serikat (AS).
Hal ini seiring dengan langkah AS menunda penerapan tarif timbal balik atau resiprokal sementara selama 90 hari ke depan sebagai tanggapan atas pendekatan dari berbagai negara, termasuk Indonesia.
Ketua Umum Gamma Dadang Asikin mengatakan, penundaan pengenaan tarif resiprokal impor AS ini dapat dijadikan momentum bagi pengusaha AS untuk mengimpor permesinan dari Indonesia, termasuk spare part, komponen mesin hingga pengerjaan logam.
"Ada kemungkinan karena pelaku industri dan pebisnis di AS kemungkinan akan memanfaatkan jeda waktu tersebut," kata Dadang kepada Bisnis, Kamis (10/4/2025).
Dia melihat penundaan tarif oleh Presiden AS Donald Trump ini juga mengindikasikan bahwa negara tersebut tidak gegabah dalam menerapkan kebijakan hambatan perdagangan tersebut, kecuali terhadap China yang tetap diterapkan.
Pelaku usaha pun melihat permintaan akan naik beberapa waktu ke depan lantaran tarif yang diterapkan dalam 90 hari ke depan yakni sebesar 10%. Namun, dia tidak yakin tarif tersebut juga berlaku untuk produk pengerjaan baja dan aluminium serta otomotif.
Baca Juga
Dalam hal ini, Dadang mendorong pemerintah untuk memberikan kebijakan dan melakukan negosiasi yang tepat dengan AS sehingga dapat tetap menjaga industri dalam negeri.
"Pemerintah menjadi lebih punya waktu untuk merumuskan kebijakan strategisnya dalam mengambil sikap dalam situasi seperti ini. Keputusan harus cepat namun jangan grasa-grusu," ujarnya.
Pihaknya akan mendukung kebijakan pemerintah yang dapat menarik pertumbuhan iklim investasi industri. Dengan begitu, potensi market industri permesinan dalam negeri bisa berkiprah lebih besar.
"Insentif yang dimaksud Pak Presiden sebagai subtitut peraturan TKDN harus didorong serta kemudahan berusaha EODB [ease of doing business] harus ditingkatkan," pungkasnya.
Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor mesin dan peralatan mekanis (HS 84) dari Indonesia mencapai US$1,01 miliar atau 81,700 ton ke Amerika Serikat pada 2024. Kemudian, mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85) mencapai US$4,18 miliar atau 263.500 ton.