Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa rencana tarif Amerika Serikat dapat mengurangi potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,3%—0,5%.
Melansir dari Reuters, Kamis (10/4/2025), Sri Mulyani menuturkan dengan adanya jeda 90 hari untuk menerapkan pungutan tersebut memberikan waktu untuk mendiskusikan solusi-solusi.
Bendahara Negara tersebut mengatakan bahwa Indonesia menyambut baik jeda 90 hari ini karena memberikan kesempatan untuk memitigasi atau menghindari risiko negatif dari tarif-tarif tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Perkiraan situasi saat ini, sebelum jeda, dapat mengurangi potensi pertumbuhan kita antara 0,3% dari PDB hingga 0,5%,” katanya dalam sebuah wawancara di sela-sela pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral Asean di Malaysia.
Impor AS yang lebih tinggi, pemotongan pajak, proses impor yang lebih mudah, dan pelonggaran persyaratan konten lokal sedang direncanakan oleh pemerintah sebagai tawaran untuk menghindari tarif AS.
Sri Mulyani mengatakan bahwa langkah-langkah deregulasi ini juga merupakan bagian dari upaya yang sedang berlangsung untuk mereformasi ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini.
Baca Juga
Untuk diketahui, pemerintah telah menetapkan target pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar 5,2% tahun ini dibandingkan dengan 5,03% yang dicapai tahun lalu. Namun, Presiden Prabowo Subianto ingin meningkatkan pertumbuhan menjadi 8% pada tahun 2029.
Otoritas Indonesia mengatakan bahwa tarif AS akan memiliki dampak terbatas pada perekonomian, yang lebih bergantung pada pasar domestik.
Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), AS adalah tujuan ekspor terbesar ketiga Indonesia pada tahun lalu, menerima pengiriman senilai US$26,3 miliar.
Sri Mulyani mengatakan Indonesia akan menggunakan jeda 90 hari ini untuk membuat kerangka kerja sama yang saling menghormati dengan negara-negara lain dan juga bekerja sama dengan negara-negara Asean lainnya untuk meningkatkan ketahanan kawasan ini.
“Kita harus terus bersikap sangat hati-hati. Pengeluaran harus dibuat lebih efisien, tepat sasaran, dan efektif dalam mendukung pertumbuhan dari sisi moneter,” ujarnya.
Dia mengatakan bahwa tekanan baru-baru ini terhadap mata uang rupiah, yang berada di posisi terendah sepanjang masa, hanya bersifat sementara, dan menambahkan bahwa pemerintah tetap fokus pada indikator-indikator seperti utang korporasi dan hutang pemerintah terhadap PDB.
Pasar saham rebound ke atas 6.000 pada hari Kamis, naik sebanyak 5,6%, setelah gejolak global yang disebabkan oleh ancaman tarif AS menyebabkan indeks utama merosot pada hari Selasa ketika pasar Indonesia dibuka kembali setelah libur panjang.
Rupiah menguat sebanyak 0,83% menjadi 16.720 per dolar AS pada hari Kamis pukul 05.12 WIB, menurut data LSEG, setelah mencapai titik terendah sepanjang masa selama dua hari berturut-turut sejak pasar dibuka kembali pada hari Selasa.
Sementara menurut pemberitaan Bisnis pada akhir perdagangan Kamis (10/4/2025), rupiah menguat 49,5 poin atau 0,29% ke level Rp16.823 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar AS menurun 0,55 poin atau -0,54% ke level 102,3480. Sejumlah mata uang Asia juga menguat terhadap dolar AS.