Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) buka suara terkait tren importasi baju bekas menjelang momentum Hari Raya Idulfitri 1446 H atau Lebaran 2025.
Menteri Perdagangan Budi Santoso menekankan importasi baju bekas dilarang sesuai dengan aturan. Untuk itu, dia menegaskan tidak ada tren importasi baju bekas.
“Kan baju bekas itu nggak boleh impor. Ya gak boleh. Kan aturannya, nggak. Jadi nggak ada trennya, memang nggak boleh [impor baju bekas],” kata Budi saat ditemui di Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta, Selasa (25/3/2025).
Lebih lanjut, Budi menekankan bahwa larangan importasi baju bekas sudah tercantum di dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag). Bahkan, dia juga menjelaskan hal itu juga diatur dalam Undang-Undang.
“Kan aturannya di Permendag, di Undang-Undang kan juga nggak boleh,” imbuhnya.
Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Iqbal Shoffan Shofwan menerangkan bahwa importasi pakaian bekas dilarang di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022.
Baca Juga
“Larangan ini juga tertuang dalam Permendag Nomor 51 Tahun 2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas,” ungkap Iqbal kepada Bisnis, Rabu (26/3/2025).
Sebelumnya, Mendag Budi mengimbau agar masyarakat mengutamakan produk dalam negeri menjelang Lebaran, seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat, baik pangan maupun sandang. Untuk itu, dia meminta agar masyarakat tidak membeli baju bekas, terutama impor baju bekas.
“Sebaiknya, masyarakat mengutamakan produk dalam negeri dan tidak membeli pakaian bekas, apalagi pakaian bekas asal impor. Pakaian bekas asal impor itu ilegal dan berbahaya,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Rabu (12/3/2025).
Apalagi, Budi menyebut dengan makin maraknya impor baju bekas dengan harga jual yang murah dibandingkan produk lokal, dapat merugikan industri garmen lokal.
Selain itu, pakaian bekas dapat berdampak pada kesehatan karena pakaian bekas berpotensi membawa penyakit dari negara asal atau mengandung cemaran, seperti kapang/jamur yang dapat menimbulkan gatal-gatal dan reaksi alergi pada kulit, efek beracun iritasi, hingga infeksi karena pakaian tersebut melekat langsung pada tubuh.
Lebih lanjut, Budi menjelaskan Kemendag telah melakukan sejumlah langkah dalam penanganan pakaian bekas asal impor. Dia menekankan, pengawasan dilakukan terhadap pakaian bekas yang masuk secara ilegal, bukan terkait kegiatan perdagangan pakaian bekas di dalam negeri.
“Mengingat pakaian bekas telah dilarang importasinya, diperlukan sinergi dan pengawasan bersama sesuai dengan kewenangannya masing-masing, antara lain dengan Ditjen Bea dan Cukai, Bakamla TNI, Polri di pelabuhan tikus/jalur tidak resmi, termasuk peran serta pemerintah daearah,” tuturnya.
Dia juga mendorong industri garmen untuk bermitra dengan industri kecil dan menengah (IKM) dan bermitra bisnis dengan toko pakaian bekas dalam penggunaan produk dalam negeri (pakaian jadi).
Adapun, kewenangan pengawasan Kementerian Perdagangan melalui Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) adalah pengawasan setelah melalui kawasan pabean (post-border).
Alhasil, pakaian bekas asal impor ditemukan di gudang-gudang penyimpanan. Diperlukan sinergi dan koordinasi dengan instansi lain yang berwenang di wilayah perbatasan karena impor pakaian bekas diduga masuk melalui pelabuhan tikus.