Bisnis.com, JAKARTA – Bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve atau The Fed menahan suku bunga acuannya dan memproyeksikan akan ada dua kali pemangkasan tahun ini.
Melansir Reuters, Kamis (20/3/2025), The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuan Federal Fund Rate (FFR) di kisaran level 4,25%-4,50% dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC).
Namun, Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan bahwa bank sentral kini menghadapi ketidakpastian yang sangat tinggi terkait dampak kebijakan ini terhadap ekonomi, terutama terkait tarif perdagangan presiden Donald Trump.
Meskipun bank sentral masih berencana menurunkan suku bunga sebanyak dua kali (0,25%) hingga akhir tahun, Powell menegaskan bahwa keputusan tersebut lebih didasarkan pada pelemahan ekonomi dibandingkan optimisme bahwa inflasi akan turun.
"Tingkat ketidakpastian sangat tinggi. Jika kami harus membuat proyeksi, apa yang bisa kami tuliskan? Sungguh sulit untuk memperkirakan bagaimana semua ini akan berkembang,” kata Powell dalam konferensi pers setelah pertemuan kebijakan The Fed.
Menurut Powell, sentimen negatif di pasar saat ini kemungkinan besar disebabkan oleh gejolak kebijakan di awal pemerintahan Trump, yang mengusung berbagai perubahan besar.
Baca Juga
Secara keseluruhan, Powell menilai data ekonomi AS masih cukup kuat, dengan tingkat pengangguran 4,1% dan pasar tenaga kerja yang tetap stabil. Namun, proyeksi ekonomi terbaru dari The Fed kini lebih condong ke arah perlambatan pertumbuhan, kenaikan pengangguran, serta inflasi yang lebih tinggi.
Jika perkiraan ini terbukti benar, AS akan mengalami pertumbuhan ekonomi terlemah dalam tiga tahun ke depan sejak awal pemerintahan Barack Obama, yang kala itu berjuang keluar dari resesi 2007-2009.
Powell juga menggarisbawahi bahwa tarif impor yang diterapkan Trump bisa menjadi faktor eksternal utama yang memicu inflasi. Jika semua kebijakan tarif ini dijalankan sepenuhnya, pajak impor rata-rata AS akan mencapai level tertinggi sejak The Great Depression.
Sebagian besar tarif sudah diberlakukan, sementara tarif 25% terhadap barang dari Meksiko dan Kanada akan mulai diterapkan pada awal April, bersamaan dengan kebijakan perdagangan balasan terhadap negara-negara lain yang memberlakukan tarif atas produk AS.
The Fed kini berfokus memantau sejauh mana kebijakan ini akan mempengaruhi inflasi harga konsumen, apakah akan memicu inflasi yang lebih persisten, serta apakah ketidakpastian ini akan berdampak pada psikologi pasar, baik bagi rumah tangga maupun bisnis.
Meskipun beberapa indikator inflasi menunjukkan kenaikan dalam beberapa minggu pertama pemerintahan Trump, Powell menekankan bahwa ekspektasi inflasi jangka panjang masih relatif stabil, sesuai dengan target kebijakan The Fed.
Bank sentral juga akan mengamati dampak perlambatan ekonomi terhadap tingkat pengangguran. Powell menegaskan bahwa jika inflasi tetap tinggi, kebijakan moneter bisa diperketat, sementara jika pengangguran meningkat, The Fed siap melonggarkan kebijakan.
"Saat ini, dua target utama kami—stabilitas inflasi dan ketahanan tenaga kerja—masih selaras, memberi kami fleksibilitas dalam menentukan kebijakan suku bunga ke depan," jelasnya.