Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia sepanjang 2024 mencapai 77.965 tenaga kerja.
Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 20,2% dibanding 2023 yang tercatat mencapai 64.855 tenaga kerja.
“Pada periode Januari-Desember 2024 terdapat 77.965 orang tenaga kerja yang ter-PHK,” tulis Kemnaker melalui laman Satu Data, dikutip Kamis (20/2/2025).
Kemenaker melaporkan, Daerah Khusus Jakarta menempati posisi pertama sebagai provinsi dengan korban PHK terbanyak di 2024. Tercatat, total kasus PHK yang terjadi di provinsi ini mencapai 17.085 tenaga kerja sepanjang periode Januari - Desember 2024.
Di posisi berikutnya, ada Jawa Tengah dengan total korban PHK mencapai 13.130 tenaga kerja, diikuti Banten 13.042 tenaga kerja, Jawa Barat 10.661 tenaga kerja, Jawa Timur 5.327 tenaga kerja, dan DI Yogyakarta 2.699 tenaga kerja.
Di 2023, korban PHK mencapai 64.855 orang tenaga kerja. Kala itu, kasus PHK terbanyak terjadi di Jawa Barat sebanyak 19.217 tenaga kerja.
Baca Juga
Posisi selanjutnya ditempati Banten 11.140 tenaga kerja, diikuti Jawa Tengah 9.435 tenaga kerja, Riau 4.063 tenaga kerja, dan Sulawesi Tengah sebanyak 2.610 tenaga kerja.
Adapun, Kemnaker belum mempublikasikan data tenaga kerja yang ter-PHK untuk periode Januari dan Februari 2025.
Sementara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) mencatat setidaknya sekitar 16.000 anggotanya menjadi korban PHK sepanjang 2024.
Presiden KSPN Ristadi mengatakan, korban PHK mayoritas berasal dari sektor tekstil, diikuti garment, dan sepatu. “Data PHK 2024 anggota KSPN sekitar 16.000-an, mayoritas sektor tekstil, garment, dan sepatu,” kata Ristadi kepada Bisnis, Kamis (20/2/2025).
Menurut provinsinya, Ristadi menyebut bahwa kasus PHK paling banyak terjadi di Jawa Tengah, diikuti Jawa Barat dan Banten.
Di awal tahun KSPN setidaknya mencatat, sekitar 4.000-an pekerja di PHK. Dari total tersebut, sebanyak 2.400 tenaga kerja di 3 perusahaan di Tangerang mengalami PHK, sedangkan sisanya terjadi di Kabupaten Bandung dan Subang, Jawa Barat.
Kendati begitu, Ristadi mengungkap jumlah tenaga kerja yang ter-PHK lebih besar dari laporan yang disampaikan KSPN. “Sebetulnya data lapangan lebih banyak tapi pada keberatan di expose,” pungkasnya.