Bisnis.com, JAKARTA --- Pemerintah masih memberikan ruang bagi PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk dapat kembali melakukan ekspor konsentrat tembaga usai insiden kebakaran yang terjadi di smelter barunya, Gresik, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
Pembuktian kondisi kahar yang menyimpulkan bahwa insiden kebakaran smelter adalah perbuatan yang tidak disengaja menjadi syarat bagi Freeport untuk memperoleh izin ekspor.
Adapun, peristiwa kebakaran itu terjadi pada 14 Oktober 2024, belum ada sebulan sejak diresmikan. Kebakaran terjadi di pabrik asam sulfat, yang merupakan area vital untuk proses peleburan tembaga, sehingga operasional smelter dihentikan sementara.
Insiden tersebut menyebabkan Freeport belum bisa menyerap seluruh produksi konsentratnya untuk diolah dalam negeri. Oleh karena itu, Freeport mengajukan perpanjangan izin ekspor yang telah berakhir pada Desember 2024.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa pemerintah telah mengantongi laporan dari kepolisian dan pihak asuransi yang menangani insiden kebakaran smelter Freeport. Berdasarkan laporan tersebut, pemerintah memutuskan akan kembali memberikan izin ekspor bagi Freeport. Keputusan ini disetujui lewat rapat terbatas yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto, Selasa (18/2/2025).
Dia menuturkan bahwa keputusan ini merupakan jalan tengah yang diambil lantaran pemerintah tidak ingin puluhan ribu karyawan Freeport dirumahkan dan pendapatan negara berkurang apabila produksinya tidak berjalan akibat tidak bisa ekspor.
Baca Juga
"Secara bertahap kita masih memberikan ruang untuk [Freeport] melakukan ekspor konsentrat," ujar Bahlil, Rabu (19/2/2025).
Namun demikian, pemerintah akan menerapkan tarif bea keluar yang lebih tinggi kepada Freeport. "Jadi, dia membayar ke negara lebih besar daripada sebelumnya," kata Bahlil.
Bahlil menjelaskan pabrik smelter Freeport akan kembali bisa beroperasi pada Juni 2025. Kendati demikian, dia belum bisa memastikan izin ekspor konsentrat itu berlaku sampai Juni 2025 saja karena pabrik smelter hanya bisa beroperasi maksimal 60%.
Hasil Investigasi Kebakaran Smelter Freeport
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), berdasarkan temuannya, menyampaikan sejumlah tindakan koreksi kepada Freeport atas insiden kebakaran smelter.
Dirjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno mengungkapkan, api pertama kali terdeteksi oleh teknisi listrik PT Chiyoda International Indonesia (kontraktor EPC smelter Freeport) di WESP Stage 1 C. Setelahnya, api membesar yang kemudian disertai ledakan.
Tri menuturkan, berdasarkan hasil pengumpulan fakta, ada indikasi hotspot dan gangguan teknis pada alat sebelum kebakaran terjadi.
"Sesuai kriteria yang ditetapkan pada Keputusan Menteri ESDM Nomor 1827 K/30/MEM Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik, kejadian tersebut dikategorikan sebagai 'kejadian yang berbahaya'," papar Tri dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (19/2/2025).
Lebih lanjut, Tri mengatakan, dari hasil pengumpulan fakta lapangan tim Ditjen Minerba, pihaknya memberikan delapan tindakan koreksi untuk PTFI.
Pertama, melakukan analisa kebutuhan pemasangan pengatur suhu atau detektor panas di dalam WESP serta kamera pemantau di area USP. Kedua, penjadwalan start-up feeding yang tepat sehingga kecukupan pengawas teknis dan pengawas operasional untuk semua peralatan yang dilakukan commissioning.
Ketiga, melakukan analisa kebutuhan pemasangan sarana pemadam api otomatis di area WESP. Keempat, membuat perangkat rangkaian instrumen agar troubleshooting apabila terjadi kondisi darurat dapat dilakukan dengan mudah, tangkas, dan cepat.
Kelima, memasang alarm indikasi kondisi darurat di area control room dan tombol aktivasi kondisi darurat di lapangan bersama hasil assessment.
Keenam, mencari tahu dan menerapkan referensi HAZOP sesuai dengan kebutuhan dari perusahaan lain dengan teknologi dan kegiatan operasional pengolahan yang relatif sama.
Ketujuh, melakukan assessment yang lebih mendalam terkait manajemen risiko secara internal dan eksternal berdasarkan hasil laboratorium forensik dan Polda Jawa Timur untuk mendapatkan akar penyebab kejadian sehingga peristiwa yang sama tidak terulang kembali.
Kedelapan, melakukan penyederhanaan sistem dan prosedur terhadap pengelolaan sistem manajemen keselamatan yang diterapkan dalam era transisi sehingga implementasi keselamatan terintegrasi dan terkoneksi dengan tepat sasaran.
Sementara itu, Anggota Komisi XII DPR RI Fraksi Golkar Dewi Yustisiana juga menyoroti lemahnya langkah pengamanan atau safety measurement yang dimiliki Freeport.
Dia cukup heran insiden kebakaran dapat terjadi di smelter Freeport belum lama setelah smelter beroperasi, padahal tahap pengujian (commissioning) telah dilakukan.
"Untuk sampai tahap bisa dioperasikan ada testing setelah pre-commissioning. Testing kan berarti kemarin baik-baik saja. Setelah testing terus commissioning. Commissioning itu artinya Bapak [Presdir Freeport Tony Wenas] menerima semua peralatan yang sudah diinstal bekerja dengan baik. Kok, tiba-tiba setelah beberapa saat diresmikan, kalau enggak salah karena kipasnya berhenti kemudian ada percikan api dan meledak," kata Dewi.
Dengan adanya insiden tersebut, dia lantas mempertanyakan safety measurment yang dimiliki Freeport. Menurutnya, hal ini seharusnya bisa diantisipasi oleh perusahaan sekelas Freeport.
"Pertanyaan saya untuk sekelas Freeport biasanya pabrik, safety measurment itu sangat berlapis-lapis. Itu saya pertanyakan apa ketika kipas mati enggak ada indikasi atau enggak ada highlight-nya. Dengan reputasi Freeport, ini mengecewakan," tutur Dewi.
Bantahan Freeport
Presiden Direktur Freeport Indonesia Tony Wenas membantah tudingan adanya unsur kesengajaan dalam insiden kebakaran smelter Freeport.