Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos Freeport Ungkap Biaya Kerusakan Kebakaran Smelter Capai Rp2,12 Triliun

Estimasi biaya kerusakan dari terbakarnya fasilitas smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur mencapai US$130 juta atau setara Rp2,12 triliun.
Tangkapan layar video saat smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur terbakar yang diputar dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (19/2/2025)/YouTube Komisi XII DPR
Tangkapan layar video saat smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur terbakar yang diputar dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (19/2/2025)/YouTube Komisi XII DPR

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas mengungkapkan estimasi biaya kerusakan dari terbakarnya fasilitas pada smelter baru Freeport di Gresik, Jawa Timur mencapai US$130 juta atau setara Rp2,12 triliun (asumsi kurs Rp16.368 per dolar AS).

Hal itu dia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (19/2/2025). Tony mengatakan, seluruh biaya kerusakan smelter Freeport ditanggung pihak asuransi.

"Sepenuhnya ditanggung pihak asuransi dan surat asuransi sudah diterbitkan Desember [2024] lalu sudah kami sampaikan ke pemerintah melalui Kementerian ESDM," ucap Tony.

Adapun, kebakaran smelter yang terletak di Kawasan Ekonomi Khusus Java Integrated and Industrial Port Estate atau KEK JIIPE, Manyar, Gresik, Jawa Timur terjadi pada Oktober 2024.

Lebih terperinci, Tony mengatakan, kebakaran terjadi pada fasilitas Common Gas Cleaning Plant (CGCP) dan mengakibatkan kerusakan parah di West Electro-Static Precipitation vessels, ducting, valves, instalasi kelistrikan, dan instrumentasi.

Dia menyebut, dari 3.500 item, 30% rusak dan perlu diganti. Sementara itu, 70% sisanya dapat diperbaiki atau digunakan kembali.

Tony pun menargetkan perbaikan smelter bisa rampung pada Juni 2025 mendatang. Selain itu, kapasitas produksi bisa mencapai 100% pada Desember 2025.

"Kami yakin bisa selesai di Minggu ketiga Juni dan mulai rampung Minggu keempat Juni dengan kapasitas [produksi] 40%, Agustus 50%, September 60%, Oktober 70%, November 80%, baru 100% Desember," katanya.

Lebih lanjut, Tony mengatakan, terbakarnya smelter membuat pihaknya mengajukan relaksasi ekspor konsentrat tembaga. Adapun, izin ekspor konsentrat tembaga PTFI telah berakhir pada 31 Desember 2024. 

Tony menuturkan, belum terealisasinya izin ekspor seiring terbakarnya smelter, membuat stok konsentrat tembaga menumpuk di gudang penyimpanan Amamapare, Mimika, Papua. Selain itu, perusahan juga telah menurunkan produksi konsentratnya sebesar 40%.

Menurutnya, jumlah konsentrat tembaga itu mencapai 1,5 juta ton. Tony mengeklaim jika seluruh konsentrat tembaga itu bisa diekspor, negara bisa mendapat penerimaan dari dividen, pajak, bea keluar, dan royalti senilai US$4 miliar atau sekitar Rp65 triliun.

"Kalau kita nilai dengan harga sekarang, nilainya bisa lebih dari US$5 miliar. Di mana US$5 miliar dolar itu berupa bea keluar, royalti, dividen, pajak perseroan badan akan bisa mencapai US$4 miliar atau Rp65 triliun," kata Tony.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper