Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Neraca Perdagangan Indonesia Januari 2025: Ekspor dan Impor Diproyeksi Tertekan

Neraca pedagangan Indonesia pada awal tahun atau Januari 2025 diperkirakan menyusut seiring siklus awal tahun dan kekhawatiran yang meluas.
Petugas memantau bongkar muat kontainer ekspor-impor dari kapal di pelabuhan New Priok Container Terminal One (NPCT1), Tanjung Priok, Jakarta. / Bisnis-Himawan L Nugraha
Petugas memantau bongkar muat kontainer ekspor-impor dari kapal di pelabuhan New Priok Container Terminal One (NPCT1), Tanjung Priok, Jakarta. / Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja perdagangan internasional Indonesia pada Januari 2025 diperkirakan mengalami kontraksi secara bulanan akibat penurunan harga komoditas utama dan meningkatnya ketidakpastian global. Ekspor dan impor diprediksi mengalami pelemahan dibandingkan Desember 2024, meskipun demikian secara neraca perdagangan diproyeksi masih dalam trend surplus..

Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual memperkirakan ekspor Januari 2025 turun 6,9% secara month to month (MtM) dengan nilai mencapai US$21,8 miliar. Sementara itu, impor juga mengalami kontraksi sebesar 4% MtM menjadi US$20,4 miliar. Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia diproyeksikan tetap surplus, namun lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya, yakni sebesar US$1,47 miliar, turun dari surplus Desember 2024 yang mencapai US$2,24 miliar.

David menjelaskan bahwa penurunan kinerja ekspor disebabkan oleh turunnya harga komoditas ekspor utama Indonesia, seperti batu bara dan crude palm oil (CPO), sementara harga minyak mentah mengalami kenaikan. Selain itu, jumlah hari kerja yang lebih sedikit pada Januari 2025 juga turut memengaruhi pelemahan kinerja perdagangan.

Namun, secara tahunan, ekspor dan impor masih menunjukkan pertumbuhan masing-masing sebesar 6,58% dan 10,15% year on year (YoY).

"Ke depan, surplus neraca perdagangan masih mungkin berlanjut, tetapi cenderung melemah akibat ketidakpastian kebijakan tarif dari Donald Trump dan belum adanya katalis baru yang dapat mendorong harga komoditas," kata David, Minggu (16/2/2025).

Pandangan serupa disampaikan oleh Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede. Ia memperkirakan surplus neraca dagang Januari 2025 akan menyempit menjadi US$1,76 miliar akibat normalisasi harga komoditas dan meningkatnya kekhawatiran terhadap perang dagang baru yang dipicu oleh kebijakan perdagangan Amerika Serikat.

Menurut Josua, kondisi perdagangan global yang melemah tercermin dari Baltic Dry Index yang menunjukkan tren penurunan signifikan pada Januari 2025. Hal ini mengindikasikan perlambatan perdagangan global dan berkurangnya permintaan untuk pengiriman bahan baku. "Permintaan ekspor dari China melemah karena indikator ekonomi mereka menunjukkan perlambatan yang berkelanjutan," jelasnya.

Ia memproyeksikan ekspor Indonesia turun 7,42% secara bulanan, sejalan dengan pola musiman awal tahun dan pelemahan permintaan eksternal. Namun, secara tahunan, ekspor masih tumbuh 5,99% YoY. Sementara itu, impor diperkirakan tumbuh 7,92% YoY, lebih rendah dari pertumbuhan Desember 2024 yang mencapai 11,07% YoY.

Di sisi lain, Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) Hosianna Evalita Situmorang memiliki pandangan yang lebih optimistis. Ia memperkirakan surplus neraca dagang Indonesia pada Januari 2025 akan mencapai US$1,78 miliar, sedikit lebih tinggi dibandingkan proyeksi David dan Josua.

Optimisme tersebut didasarkan pada peningkatan indeks Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang naik ke 51,9 pada Januari 2025 dari 51,2 pada bulan sebelumnya. Hal ini mencerminkan ekspansi manufaktur yang turut mendorong impor bahan baku.

"Impor meningkat 8,1% YoY seiring dengan kebutuhan manufaktur yang tetap kuat, sementara ekspor tumbuh 6,35% YoY didukung oleh kenaikan harga CPO meskipun batu bara dan baja masih mengalami tekanan," ujarnya. Hosianna menegaskan bahwa surplus neraca perdagangan tetap menunjukkan ketahanan ekspor Indonesia di tengah tekanan harga komoditas global.

Neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 56 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Pada Desember 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan surplus sebesar US$2,24 miliar, meskipun lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya.

Dalam pengumuman bulan lalu, Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan bahwa surplus tersebut terutama didukung oleh ekspor bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, serta besi dan baja. Namun, faktor global seperti perlambatan ekonomi dan ketegangan perdagangan internasional berpotensi memengaruhi kinerja ekspor di bulan-bulan mendatang.

Sepanjang 2024, neraca perdagangan Indonesia mengumpulkan surplus US$31,04 miliar, dengan capaian tertinggi pada November 2024 sebesar US$4,36 miliar dan terendah pada Juli 2024 di angka US$500,9 juta.

BPS dijadwalkan akan mengumumkan data resmi ekspor, impor, dan neraca perdagangan Januari 2025 pada Senin (17/2/2025) pukul 11.00 WIB. Para ekonom akan mencermati angka-angka tersebut untuk melihat arah kebijakan perdagangan Indonesia di tengah dinamika ekonomi global yang penuh ketidakpastian


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper