Prianto menyampaikan bahwa banyak negara yang menerapkan PPN atau dikenal dengan value added tax(VAT) dengan single tarif, sebagaimana yang diterapkan Indonesia sebelumnya. Sebagian negara lainnya menerapkan multitarif.
“Untuk konteks Indonesia, pemerintah menganggap bahww penerapan multitarif dianggap sebagai the second-best option,” tuturnya.
Di mana di satu sisi, tarif 12% itu merupakan amanat Undang-Undang (UU) No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Di sisi lain, penolakan masyarakat, pengusaha, dan wakil rakyat juga kencang meski tarif 12% yang naik pada 2025 merupakan kesepakatan pemerintah dan DPR.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pun belum merespon pertanyaan Bisnis terkait potensi maupun target tambahan penerimaan yang akan dikantongi dari penerapan PPN 12% barang mewah tersebut.