Bisnis.com, MALANG— Sebanyak 3.000 unit rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tidak bisa melakukan akad kredit karena kuota FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) sudah habis.
Ketua DPD Apersi Jatim, Makhrus Sholeh, mengatakan dari 3.000 unit rumah MBR yang tidak bisa direalisasikan kreditnya itu, sebagian besar dibangun pengembang dari Apersi.
“Kuota FLPP tahun ini memang hanya 200.000 unit secara nasional, padahal tahun lalu 230.000 unit,” katanya, Jumat (29/11/2024).
Bahkan awalnya, kata Makhrus, kuotanya hanya 166.000 unit, tetapi setelah pengembang protes, kuotanya ditambah lagi menjadi 200.000 unit. Penambahan kuota itu habis dalam waktu dua pekan pada awal November lalu.
Idealnya, kata dia, kuota FLPP setidaknya mencapai 250.000 unit sehingga target pembangunan rumah sebanyak 3 juta unit pemerintah bisa tercapai sesuai dengan jadwal.
Dengan tidak adanya transaksi rumah bersubsidi karena kuota FLPP sudah habis, dia menegaskan, maka MBR yang membutuhkan rumah tidak bisa terealisasi.
Baca Juga
Pengembang rumah MBR, kata Makhrus, jelas terdampak dengan habisnya kuota FLPP. Hal itu bisa terjadi karena kebanyakan pengembang mengajukan kredit bank.
Industri yang terkait dengan perumahan yang jumlahnya 150-an, dia meyakinkan, juga ikut terdampak dengan adanya masalah tersebut. Tukang-tukang bangunan juga terpaksa diberhentikan, tidak bekerja, karena proyek tidak lancar.
Dia meyakinkan, pengembang, terutama yang tergabung dalam Apersi, sangat mendukung program pemerintah menyediakan 3 juta unit.
Karena itulah, dia menegaskan, Apersi mengapresiasi dan berterima kasih dengan kebijakan lewat SKB 3 Menteri. SKB 3 Menteri ini mengatur tiga hal yakni pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), penghapusan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), serta mempercepat perizinan PBG dari maksimal 28 hari menjadi 10 hari.
“Itu sangat bagus bagi pengembang, terutama pengembang yang menyediakan rumah MBR,” ucapnya.
Yang juga perlu dilakukan, aturan terkait pemanfaatan lahan agar diperlonggar sehingga pengembang tidak kesulitan memperoleh lahan.
Namun, dia mengingatkan, yang paling mendasar justru masalah ketercukupan kuota FLPP. Tidak mungkin rumah bersubsidi dibangun dan terealisasi jika kuota FLPP tidak mencukupi.
“Ibaratnya, jika harus dipilih, kuota FLPP yang mencukupi paling utama dibandingkan insentif yang lain,” ucapnya.