Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Tabungan Negara Tbk. atau BTN memberikan tanggapan terkait dengan rencana pemerintah untuk menambah kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayan Perumahan (FLPP) menjadi 800.000 unit pada 2025 dari sebelumnya 200.000 unit tahun ini.
Direktur Utama BTN (BBTN) Nixon LP Napitupulu mengatakan pihaknya menyambut usulan tambahan kuota FLPP tersebut dan tengah melakukan diskusi teknis pelaksanaan sekaligus perhitungan kebutuhan dana untuk menerapkan rencana tersebut.
"Kita menyambut baik ada upaya menaikkan kuota KPR subsidi dari biasanya 600.000 unit menjadi 800.000 unit. Memang kita sedang diskusi teknis nanti pelaksanaannya akan dilaksanakan seperti apa, cuma mudah-mudahan angka 800.000 unit jadi keputusan resmi," kata Nixon di Jakarta, Jumat (29/11/2024).
Nixon menerangkan berdasarkan perhitungannya, penambahan kuota FLPP sebanyak 800.000 unit tahun depan akan membutuhkan dana dari sisi pemerintah sebesar Rp70 triliun - Rp72 triliun. Sementara dari perbankan perlu menyiapkan dana Rp80 triliun.
"Ini belum keputusan ya, tapi exercise nya kurang lebih Rp70 triliun sampai Rp72 triliun dari sisi pemerintahnya, jadi bank biasanya harus siapin Rp80 triiliun kurang lebih gitu," tuturnya.
Di samping itu, Nixon menuturkan model pendanaan saat ini masih digodok yakni sumber dana dari pemerintah sebesar 50% dan likuiditas perbankan 50%. Dalam hal likuiditas bank, bersumber dari dana pihak ketiga (DPK), penerbitan obligasi, hingga pinjaman luar negeri.
Baca Juga
"Kita yang namanya tugas siap untuk segala macam tugas yang akan dijalankan. Kita berharap bonds maupun pinjaman bisa di atas kisaran Rp10 triliun hingga Rp15 triliun lah tahun depan," terangnya.
Dia juga berharap PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF dapat terlibat sehingga porsi pendanaan dari perbankan sebesar 50% dapat kembali diatur ulang.
Sebelumnya, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait atau akrab disapa Ara mengajukan audit pelaksanaan penyaluran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kredibilitas terkait rencana peningkatan penyaluran FLPP menjadi 800.000 unit di 2025 dari sebelumnya 200.000 unit di 2024.
"Saya ingin semua FLPP yang dilaksanakan diaudit, khususnya yang dilaksanakan BTN. Saya minta kepada BPKP untuk melaksanakan auditnya. Hal ini untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat," ujar Ara.
Hasil audit utamanya berfokus untuk melihat apakah penyaluran FLPP tepat sasaran atau tidak. KPR FLPP sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakat yang ingin memiliki rumah bersubsidi dengan harga dan angsuran yang terjangkau.
"Program KPR FLPP yang selama ini disampaikan oleh pemerintah melalui BP Tapera dan disalurkan ke para Bank Penyalur ini sangat bagus dan perlu ditingkatkan targetnya. Banyak masyarakat yang bisa memanfaatkan KPR FLPP untuk dapat memiliki rumah bersubsidi dengan harga yang murah dan angsuran terjangkau," ujarnya
Direktur Jenderal Perumahan, Iwan Suprijanto mengatakan telah menyiapkan skema dan fitur program terkait rencana peningkatan FLPP sebanyak 800.000 unit di 2025 untuk mendorong pencapaian Program Tiga Juta Rumah.
Adapun, salah satunya dengan peningkatan alokasi anggaran FLPP dari Rp28,27 triliun menjadi Rp63,62 triliun dan peningkatan tenor 30 tahun dan masa subsidi menjadi 20 tahun.