Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengakui pemerintah masih bergantung pada produk impor untuk mendukung kegiatan produksi dan investasi.
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan ketergantungan impor ini seiring dengan adanya peningkatan permintaan domestik dan aktivitas industri yang mulai tumbuh.
“Tingginya proporsi bahan baku dan barang modal dalam struktur impor menunjukkan bahwa Indonesia masih bergantung pada impor untuk mendukung kegiatan produksi dan investasi,” kata Budi dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2024).
Pasalnya, nilai impor barang konsumsi terus menunjukkan peningkatan sebesar 10,02% secara bulanan (month to month/mtm). Nilainya naik dari US$1,85 miliar pada September 2024 menjadi US$2,04 miliar pada Oktober 2024.
Kemendag juga mengungkap impor bahan baku atau penolong juga melambung 18,49% mtm menjadi US$15,92 miliar pada Oktober 2024, dibandingkan bulan sebelumnya senilai US$13,44 miliar.
Sementara itu, impor barang modal tembus US$3,98 miliar pada Oktober 2024. Nilai impornya tumbuh 12,55% dibandingkan bulan sebelumnya sebesar US$3,53 miliar.
Baca Juga
Adapun, Budi menyampaikan bahwa struktur impor Indonesia masih didominasi oleh bahan baku atau penolong dengan pangsa mencapai 72,58% pada Oktober 2024. Komponen ini sedikit lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya dengan pangsa sebesar 71,38% pada September 2024.
Sementara itu, pangsa barang modal mencapai 18,13% dan barang konsumsi sebesar 9,29% pada Oktober 2024. Adapun, pada September 2024, barang modal dan barang konsumsi memiliki pangsa pasar masing-masing sebesar 18,77% dan 9,85%.
Dalam hal ekspor, Budi menyampaikan struktur ekspor nonmigas Indonesia didominasi oleh sektor industri dengan pangsa sebesar 79,91% dari total ekspor pada Oktober 2024.
Ekspor sektor industri mengalami pertumbuhan sebesar 12,04% mtm dari US$16,45 miliar pada September 2024 menjadi US$18,43 miliar.
“Hal ini menunjukkan sektor industri tetap menjadi tulang punggung perekonomian indoneisa. Meskipun sektor industri tetap dominan, fluktuasi harga komoditas dan tantangan global mempengaruhi kinerja ekspor sektor pertambangan dan migas,” tuturnya.
Namun, pada Oktober 2024, Budi menyampaikan sektor pertanian naik 17,57% secara bulanan menjadi US$0,66 miliar. Menurut Budi, meski ekspor pertanian bernilai kecil, namun memberikan sinyal positif terhadap diversifikasi ekspor indoneisa.
“Ke depan optimalisasi ekspor non-komoditas dan peningkatan daya saing sektor industri akan menjadikan fokus penting terutama dalam menghadapi ketidakpastian pasar global,” terangnya.
Lebih lanjut, Budi menambahkan pemerintah juga akan memperkuat inovasi dan pengembangan produk bernilai tambah di sektor industri, serta mempertahankan momentum pertumbuhan di sektor pertanian untuk mendukung stabilitas dan keberlanjutan ekspor.