Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asa RI Lepas dari Belenggu Impor Garam Industri

Kemenperin menargetkan penambahan serapan garam lokal untuk industri pengolahan yang meningkat 17.000 ton pada 2025
Pekerja tampak beraktivitas di sentra produksi PT Garam (Persero) /Dok. PT Garam
Pekerja tampak beraktivitas di sentra produksi PT Garam (Persero) /Dok. PT Garam

Bisnis.com, JAKARTA - Satu demi satu upaya untuk mencapai swasembada pangan dilakukan Presiden Prabowo Subianto. Sang Presiden ingin Indonesia mencapai swasembada garam dengan perlahan mengurangi porsi impor.

Teranyar, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan penambahan serapan garam lokal untuk industri pengolahan yang meningkat 17.000 ton pada 2025.

Hal ini selaras dengan penerapan Peraturan Presiden (Perpres) 126/2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional.

Dalam beleid tersebut pemerintah menargetkan industri lepas dari ketergantungan impor garam pada 2025. Adapun, industri yang tidak lagi diizinkan mengimpor yakni aneka pangan dan farmasi, sedangkan untuk chlor alkali plant (CAP) masih diperbolehkan. 

Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan untuk mengoptimalkan serapan dalam negeri, pihaknya mendorong komitmen antara industri pengolahan untuk menyerap produk dari petambak lokal. 

"Ada peningkatan kuantitas dari komitmennya jadi naik sekitar 17.000-18.000 ton untuk komitmen yang kita coba upayakan," kata Agus saat ditemui di The Westin Jakarta, Senin (18/11/2024). 

Dia tak memungkiri, selama ini industri pengguna garam masih bergantung pada importasi, lantaran kuantitas dan kualitas yang belum dipenuhi dalam negeri, terlebih untuk kebutuhan farmasi dan industri CAP. 

Untuk itu, dia pun mendorong petambak untuk mulai meningkatkan produksi garam dan mengikuti spesifikasi yang dibutuhkan oleh industri. Agus menyoroti proses panen hingga distribusi yang mesti diperhatikan agar tidak menurunkan kualitas produk garam. 

"Kita harus ingat juga bahwa para industri itu mencari spesifikasi dari garam yang dibutuhkan oleh industri. Itu harus ketemu antara spesifikasi yang dihasilkan oleh penambak garam dan penyerapan yang semakin banyak dari para industri," jelasnya. 

Dalam hal ini, Menperin Agus juga menuturkan bahwa pembatasan importasi yang diatur lewat Perpres 126/2022 tersebut masih perlu dievaluasi sesuai dengan kesiapan dari petambak garam, Koperasi Petambak Garam Nasional (KPGN), dan industri pengguna. 

Misalnya, indusri CAP, termasuk soda ash dan pulp and paper, meskipun tahun depan masih diizinkan untuk impor. Namun, dia meminta agar industri tersebut dapat menyerap sedikitnya garam lokal.

"Misalnya mix, misalnya taruh garam kita dengan impor, sebesar 4% sampai 7%, sehingga kami yakin pengambilan campurannya tersebut tidak akan terlalu banyak, termasuk dalam kaitan teknikal ini, yaitu semua aplikasi melalui kebutuhan garam untuk industri," ujarnya. 

Sementara itu, Kemenperin rutin menyelenggarakan penandatangan nota kesepahaman (MoU) sejak 2019-2023. Pada 2023 lalu sebanyak 577.925 ton, sedangkan total rencana penyerapan mencapai 768.285 ton untuk tahun 2024 dan 775.702 ton untuk tahun 2025. 

Kerja sama tersebut melibatkan industri pengolahan garam (IPG), industri chlor alkali, industri garam farmasi, industri farmasi, industri garam, KPGN, dan petambak. 

Saat ini perwakilan yang berkesempatan hadir terdiri atas 8 (delapan) industri pengolahan garam, 1 industri chlor alkali, 4 industri garam farmasi, 26 industri farmasi, 1 industri garam, dan 37 orang perwakilan petani atau KPGN yang berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur. 

Industri Belum Siap

Merespons kebijakan pembatasan impor garam pada tahun depan, Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) meminta pemerintah untuk merevisi aturan kewajiban penyerapan garam produksi dalam negeri tahun depan. Pasalnya, pasokan garam dalam negeri belum sepenuhnya mampu memenuhi permintaan industri. 

Ketua Umum AIPGI Cucu Sutara mengatakan pihaknya secara bertahap telah melakukan penyerapan garam produksi petambak lokal. Kendati demikian, produksi nasional dan kualitas yang dihasilkan masih kurang sehingga impor belum dapat dihentikan. 

"Seandainya target tidak bisa terpenuhi, mau tidak mau, kita harus relaksasi atau harus kita revisi Perpres ini, ya kan gitu solusinya. Kami usulkan kepada mereka [pemerintah] untuk merevisi Perpres tersebut," kata Cucu saat ditemui di The Westin Jakarta, Senin (18/11/2024). 

Cucu menerangkan bahwa sejumlah industri seperti farmasi dan chlor alkali plant (CAP) membutuhkan spesifikasi garam dengan kadar natrium klorida (NaCl) sebesar 97% ke atas dan tidak tercemar dengan logam atau lainnya. 

Adapun, kebutuhan garam nasional per tahun mencapai 4,9 juta ton yang mencakup 2,4 juta ton produksi dalam negeri dan 2,5 juta ton impor. Untuk CAP dibutuhkan 2,3 juta ton yang didominasi oleh produk impor. 

"Impor sampai hari ini adalah sebuah keterpaksaan, karena sampai hari ini garam yang dihasilkan oleh petambak belum memenuhi standar untuk industri aneka pangan, terutama industri CAP dan farmasi," tuturnya. 

Kendati demikian, Cucu menegaskan bahwa pelaku industri pun perlahan mulai konsisten menyerap sebagian garam lokal dan mendukug upaya pemerintah meningkatkan serapan garam domestik ke industri. 

"Walau demikian kita pun harus realistis apabila memang nanti ke depan belum bisa memenuhi syarat bagaimana dengan industri-industri di kita, terutama  farmasi. Farmasi butuh untuk cairan infus, bayangin berapa juta rumah sakit di Indonesia yang membutuhkan garam itu," terangnya. 

Risiko Garam Anjlok

Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Reni Yanita mengatakan lewat Perpres) 126/2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional, pihaknya berupaya untuk menekan impor garam yang saat ini tercatat mencapai 2,5 juta ton dari total kebutuhan nasional sebanyak 4,9 juta ton. 

"Kalau kebutuhan 4,9 juta ton, berarti kan 2,5 juta ton (impor) kurangi 15.000 ton [tambahan serapan lokal]. Semangatnya seperti itu, misalnya Perpres 126/2022 itu berlaku kurangi lagi yang aneka pangan sekitar 500.000 ton," kata Reni kepada wartawan, Senin (18/11/2024). 

Kemenperin secara rutin melakukan penandatanganan nota kesepahaman penyerapan garam lokal oleh industri sejak 2019. Tahun 2023, serapan garam lokal untuk industri mencapai 577.925 ton yang terdiri atas jenis kualitas K1, K2, dan K3 yang berasal dari Koperasi Petambak Garam Nasional (KPGN) dari berbagai daerah. 

Tahun ini, 8 industri pengolahan garam kembali melakukan penyerapan garam lokal yang direncanakan mencapai 768.285 ton untuk tahun 2024 dan 775.702 ton untuk tahun 2025.

Adapun, kedelepan industri tersebut yakni 1 industri chlor alkali, 4 industri garam farmasi, 26 industri farmasi, 1 industri garam, dan 37 orang perwakilan petani atau KPGN yang berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur. 

"Sebagaimana disampaikan Pak Menteri tadi yang boleh impor hanya untuk yang CAP [chlor alkali plant], jadi kalau untuk yang aneka pangan dan farmasi nanti per 1 Januari 2025 tidak boleh lagi," tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper