Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga CPO dan Batu Bara Terkerek Naik, Surplus Neraca Dagang RI Diproyeksi US$2,9 Miliar

Harga komoditas utama yang naik, yakni batu bara dan CPO, diyakini mampu menjaga tren surplus neraca perdagangan Indonesia di angka US$2,9 miliar.
Truk membawa batu bara di tambang milik PT Bukit Asam Tbk (PTBA)  di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim , Sumatra Selatan, Rabu (18/10/2023). / Bisnis-Abdurachman
Truk membawa batu bara di tambang milik PT Bukit Asam Tbk (PTBA) di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim , Sumatra Selatan, Rabu (18/10/2023). / Bisnis-Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Senior Economist Bank Syariah Indonesia (BSI) Kurniawati Yuli Ashari memprediksikan surplus neraca perdagangan Indonesia pada September 2024 akan stabil di angka US$2,9 miliar, sejalan dengan terkereknya harga komoditas utama ekspor seperti batu bara dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). 

Nia, sapaannya, menjelaskan terjaganya surplus neraca perdagangan tersebut sejalan dengan ekspor yang masih tetap tinggi karena terdorong harga komoditas yang naik. 

"Beriringan seiring dengan naiknya harga komoditas unggulan ekspor CPO dan potensi mulai naiknya ekspor batu bara menghadapi musim dingin," tuturnya kepada Bisnis, Senin (14/10/2024).  

Melihat harga batu bara berjangka kontrak November 2024 di ICE Newcastle pada perdagangan Senin (14/10/2024), mencatatkan di level US$149,4 per metrik ton. Sementara untuk kontrak Desember 2024, berada di harga US$151,9 per metrik ton. 

Harga tersebut berada di atas proyeksi tahun ini dari para analis, yang sebelumnya memprediksikan harga baru bara akan berada di rentang US$130 hingga US$140 per metrik ton.

Sementara pada bulan lalu saja, harga CPO telah naik 18,9% (year to date/YtD) ke level US$954,4 per ton. 

Lebih lanjut, dorongan dari kenaikan harga tersebut harus tertahan dan menyebabkan surplus tidak berbeda dari posisi Agustus 2024 yang juga di angka US$2,9 miliar. 

Hal tersebut sejalan dengan PMI manufaktur negara tujuan utama ekspor yang masih dalam zona kontraksi. Sebut saja China, India, dan Singapura dengan PMI Manufaktur yang masih di bawah angka 50 (<50 zona kontraksi). 

Di sisi lain, Nia memperkirakan impor cenderung turun sejalan dengan potensi penurunan perdagangan eceran dan harga minyak pada September 2024 yang masih turun.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia kembali mengalami surplus per Agustus 2024 sekaligus mencatatkan surplus 52 bulan beruntun. 

Tercatat hasil keuntungan perdagangan barang dan jasa atau trade balance Indonesia dengan negara lain membukukan surplus senilai US$2,9 miliar pada Agustus 2024, sejalan dengan meningkatnya ekspor dan impor melambat.

Sementara itu, BPS akan menyampaikan kinerja ekspor, impor, dan neraca perdagangan Indonesia September 2024 pada besok, Selasa (15/10/2024) pukul 11.00 WIB.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper