Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cita-cita Prabowo Impor 1,5 Juta Sapi Buat Program Makan Bergizi Dipertanyakan

Cita-cita Prabowo Subianto untuk mengimpor 1,5 juta sapi perah dinilai sulit terealisasi. Terdapat beberapa hal yang harus disiapkan terlebih dahulu.
Pekerja memerah susu sapi di salah satu peternakan sapi perah di kawasan Tegal Parang, Jakarta. Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Pekerja memerah susu sapi di salah satu peternakan sapi perah di kawasan Tegal Parang, Jakarta. Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Wacana Presiden Terpilih Prabowo Subianto membuka keran impor 1,5 juta sapi perah untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG) dinilai mustahil terjadi.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menilai kemungkinan besar impor sapi perah dengan jumlah jumbo itu tidak akan terjadi. Justru sebaliknya, Dwi memperkirakan pemerintah akan mengimpor susu sapi dalam jumlah yang jumbo.

“Nggak akan terwujud [impor 1,5 juta sapi perah]. Bisa terwujud 50.000 [impor sapi perah] saja sudah alhamdulillah,” kata Dwi saat dihubungi Bisnis, Kamis (10/10/2024).

Menurutnya, alasan tidak akan terjadinya impor sapi karena belum jelas instansi pemelihara 1,5 juta sapi impor. Pun jika ada, kata dia, permasalahannya selanjutnya adalah kemampuan hitung untung rugi dalam pemeliharaan sapi perah impor tersebut di Indonesia.

Padahal, Dwi mengungkap bahwa selama 25 tahun terakhir, populasi sapi perah di Indonesia hanya mampu bertambah 150.000. Dia merincikan, jumlah sapi perah hanya mencapai 354.000 pada 2000.

Adapun hingga 2022, jumlahnya hanya bertambah sekitar 150.000 menjadi 507.000 sapi perah. Itu pun sudah menurun cukup tajam sebanyak 80.000, imbas virus penyakit mulut dan kuku (PMK).

Di samping itu, Dwi mengungkap bahwa beberapa peternak juga memutuskan untuk menjual sapi perah lantaran segmen usaha ini di Indonesia dinilai tidak menguntungkan.

“Keuntungannya sangat kecil. Mereka yang sebagian besar sapi perah dipelihara oleh petani, oleh peternak-peternak kecil. Dan mereka untungnya itu hanya di musim hujan,” ungkapnya.

Terlebih, saat musim kemarau melanda, para peternak harus siap menanggung rugi lantaran harga pakan yang menjulang tinggi dan harus menggunakan konsentrat.

“Padahal harga susu sapi segar [di Indonesia] itu hanya Rp5.000–6.000 per liter. Bagaimana mereka bisa untung?” bebernya.

Berangkat dari sana, Dwi mempertanyakan siapa pihak yang akan memelihara penuh jutaan sapi impor dan menanggung kerugian itu.

Di sisi lain, menurutnya, perusahaan makanan dan minuman akan jauh lebih tergiur untuk mengimpor susu skim dan susu bubuk dari luar negeri. Sebab, harganya yang jauh lebih murah dibandingkan diproduksi dari dalam negeri.

Apalagi, Dwi kembali mengungkap fakta bahwa industri pengolahan susu saat ini membutuhkan susu segar sebanyak 4,6 juta ton. Sayangnya, angka susu segar yang hanya mampu dipenuhi dari dalam negeri hanya 18%. Sisanya, sebanyak 82% diimpor.

“Itu tidak ada program yang namanya makan siang gratis. Kalau ada program makan siang gratis, itu akan terjadi lonjakan. Ada tambahan kebutuhan susu sapi segar sebesar 5,4 juta ton setara susu segar,” tuturnya.

Berdasarkan perhitungannya, kebutuhan akan susu segar di Indonesia diperkirakan akan tembus menjadi 20,7 juta liter setiap hari untuk 82,9 juta masyarakat yang menerima program milik Prabowo—Gibran.

Untuk itu, Dwi memandang bahwa program makan bergizi gratis akan memiliki dampak yang besar jika konsumsi susu sapi segar masuk ke dalam salah satu menu makan bergizi gratis.

“Padahal, susu itu komponen sangat penting. Konsumsi susu sapi di Indonesia itu masih teramat rendah. Konsumsi susu sapi kita setara susu segar itu sekitar 16,9 kilogram per kapita per tahun,” ucapnya.

Dwi pun menghitung, pemerintah akan menelan anggaran jumbo hanya untuk mengimpor susu sapi. Dia memperkirakan setidaknya pemerintah harus merogoh kocek senilai Rp28,5 triliun tiap tahun.

“Impor susu akan melonjak sangat tinggi. Perhitungan saya, kalau memang program tersebut betul-betul dilaksanakan, tiap tahun kita harus mengimpor susu setara Rp28,5 triliun. Itu kalau untuk sesuai janji bahwa nanti penerima 82,9 juta ini menerima semua,” jelasnya.

Namun, yang perlu digarisbawahi, impor susu yang dimaksud bukanlah susu sapi segar. “Yang kita impor itu bukan susu sapi segar. Yang kita impor itu skim milk, powder, milk powder. Nanti di Indonesia campur air lagi jadi susu yang kita konsumsi,” tandasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper