Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bahlil Target 60% Listrik RI Pakai Energi Hijau 10 Tahun Lagi

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menargetkan 60% pasokan listrik Indonesia akan bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) 10 tahun lagi.
Teknisi melakukan pengecekan rutin pada proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023). Bisnis/Rachman
Teknisi melakukan pengecekan rutin pada proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan dalam waktu 10 tahun ke depan pasokan listrik Indonesia minimal 60% harus bersumber dari energi baru terbarukan (EBT). 

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan, target bauran EBT tersebut akan tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) tahun 2025-2035.

"Saya mulai sejak diperintahkan Presiden Jokowi dan Prabowo untuk kita konversi RUPTL 2025-2035, 10 tahun ke depan minimum 60% harus EBT," kata Bahlil dalam agenda Green Initiative Conference 2024, Rabu (25/9/2024). 

Terlebih, Indonesia memiliki potensi EBT sebesar 40% dari total cadangan EBT di kawasan Asia Tenggara. Bahkan, Indonesia juga memiliki 40% cadangan panas bumi atau geotermal dunia. 

Namun, tak dapat dipungkiri, Bahlil menyebut, terdapat tiga masalah besar yang dihadapi untuk mewujudkan sumber daya listrik dengan EBT. Salah satunya terkait ketersediaan jaringan transmisi listrik.

"Masalahnya ada tiga, pertama transisi. Jadi, panas bumi geotermal, kemudian angin, air itu ada betul sumbernya, tetapi jaringannya belum ada, kalau PLN atau swasta bangun ini mau dijual ke mana karena nggak punya jaringan," jelasnya. 

Untuk itu, dia meminta PLN untuk mengidentifikasi lokasi sumber-sumber energi baru terbarukan. Di sisi lain, pemerintah akan membuat kebijakan intervensi untuk pembangunan jaringan listrik. 

Lebih lanjut, investasi untuk menyambungkan sumber daya EBT membutuhkan investasi yang tidak murah, bahkan membutuhkan capital expenditure (capex) triliunan rupiah. 

Tak hanya itu, Bahlil juga saat ini tengah mengkaji ulang kerja sama ekspor listrik berbasis EBT dengan mendahulukan kebutuhan nasional. 

Pihaknya tak mempermasalahkan ekspor listrik hijau. Namun, dia menilai Indonesia juga harus berhati-hati dalam melangkah, terutama untuk memastikan dapat unggul dalam konteks EBT. 

"Terkait dengan ekspor listrik, kami lagi mengkaji dari Kementerian ESDM karena memang seluruh perangkat regulasinya ada di ESDM. Kami akan siapkan, kami akan memberikan, tapi saya akan mementingkan kepentingan nasional," kata Bahlil.

Dengan ekspor listrik, menurut Bahlil, nilai daya saing dan keunggulan komparatif EBT nasional justru diberikan kepada negara lain. Padahal, dia menilai Indonesia sendiri belum cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper