Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tak Ingin Kecolongan, Bahlil Kaji Ulang Skema Ekspor Listrik Energi Hijau

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia tengah mengkaji skema kerja sama ekspor listrik ke negara lain agar Indonesia tidak dirugikan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memberikan sambutan saat acara serah terima jabatan di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (19/8/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memberikan sambutan saat acara serah terima jabatan di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (19/8/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji ulang kerja sama ekspor listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) dengan mendahulukan kebutuhan nasional. 

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan, pihaknya tak mempermasalahkan ekspor listrik hijau. Namun, dia menilai Indonesia juga harus berhati-hati dalam melangkah, terutama untuk memastikan dapat unggul dalam konteks EBT. 

"Terkait dengan ekspor listrik, kami lagi mengkaji dari Kementerian ESDM karena memang seluruh perangkat regulasinya ada di ESDM. Kami akan siapkan, kami akan memberikan, tapi saya akan mementingkan kepentingan nasional," kata Bahlil di agenda Green Iniatiave Conference 2024, Rabu (25/9/2024). 

Dengan ekspor listrik, menurut Bahlil, nilai daya saing dan keunggulan komparatif EBT nasional justru diberikan kepada negara lain. Padahal, dia menilai Indonesia sendiri belum cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. 

Secara tidak langsung, dia menyinggung kerja sama ekspor listrik hijau yang baru-baru ini dilakukan Indonesia dan Singapura dengan syarat pembangunan industri solar panel di Indonesia. 

"Kita kasih ke orang di saat negara kita belum cukup dan orang membangun industrinya setelah itu CO2-nya dikirim ke Indonesia, mau jadi apa bangsa kita?" ujarnya. 

Kendati demikian, Bahlil menegaskan ekspor listrik tidak masalah jika dilakukan dengan pertimbangan yang baik, serta mendahulukan kepentingan dan kebutuhan nasional. 

"Setelah itu kita lihat nilai ekonominya dan kepentingan negara kita, setelah itu kita merumuskan ya kan nanti ada pemerintah Indonesia yang akan membicarakan dengan negara mana aja yang dituju," jelasnya. 

Adapun, Indonesia telah memiliki kesepakatan kerja sama ekspor listrik hijau dan pengembangan industri panel surya dengan Singapura mencapai US$20 miliar atau setara dengan Rp308 triliun (asumsi kurs Rp15.423). 

Dalam agenda International Sustainability Forum (ISF) 2024, otoritas Singapura melalui Energy Market Authority (EMA) memberikan persetujuan bersyarat kepada dua perusahaan Singapura, Total Energies & RGE dan Shell Vena Energy Consorsium, untuk impor listrik rendah karbon dari Indonesia. 

Sebelumnya, Singapura juga telah memberikan izin impor listrik dari Indonesia kepada lima perusahaan, yaitu Pacific Metcoal Solar Energy, Adaro Solar International, EDP Renewables APAC, Venda RE, dan Kepel Energy. EMA menerbitkan lisensi bersyarat kepada kelima perusahaan tersebut sebagai pengakuan bahwa proyek-proyek ini berada dalam tahap pengembangan lanjutan.

"Belum ada, yang ada cuma MoU, MoU tidak mengikat yah, kesepahaman yah. Oh nggak ada gagal, gagal, semua berpotensi baik-baik aja ya," ujar Bahlil. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper