Bisnis.com, JAKARTA -- Ringgit Malaysia siap melanjutkan tren penguatan setelah mencatatkan kinerja kuartal terbaiknya sejak 1973.
Mata uang negara jiran itu telah menguat lebih dari 12% terhadap dolar AS sepanjang kuartal ini, menjadikannya mata uang pasar berkembang dengan performa terbaik.
Penguatan ringgit seiring kebijakan bank sentral yang menahan diri dari pemangkasan suku bunga juga ditopang fundamental ekonomi yang kuat diharapkan akan memperpanjang reli ini.
Para analis memperkirakan, faktor-faktor seperti perbaikan perdagangan, valuasi aset yang menarik, dan arus investasi asing akan terus mendukung penguatan ringgit. Pertumbuhan ekonomi yang solid dan potensi kenaikan harga konsumen jika pemerintah Malaysia menghapus sebagian subsidi bahan bakar dapat mendorong Bank Negara Malaysia (BNM) mempertahankan suku bunga hingga 2025. Hal ini terjadi meskipun bank sentral di negara lain mungkin mulai menurunkan biaya pinjaman.
"Surplus neraca berjalan Malaysia, kebijakan netral bank sentral, dan fundamental ekonomi yang stabil dapat memperkuat kenaikan ringgit lebih lanjut, terutama jika dolar AS melemah," ujar Jeff Ng, Kepala Strategi Makro Asia di Sumitomo Mitsui Banking Corp yang dilansir Bloomberg, Senin (23/9/2024).
Menurutnya, perbedaan imbal hasil antara AS dan Malaysia akan menyempit jika pasar memperkirakan lebih banyak penurunan suku bunga dari Federal Reserve.
Baca Juga
Sejak April, ringgit menguat berkat lonjakan ekspor dan langkah bank sentral yang mendorong perusahaan Malaysia untuk memulangkan pendapatan dari luar negeri. Pada kuartal ini, reli ringgit semakin kuat seiring spekulasi investor tentang pelonggaran kebijakan moneter oleh The Fed.
Data Bloomberg menunjukkan, dana global telah menginvestasikan sekitar $2,5 miliar pada obligasi negara Malaysia sepanjang Juli dan Agustus, serta membeli $1,2 miliar ekuitas lokal sejak akhir Juni.
Menurut Chandresh Jain, ahli strategi di BNP Paribas, rotasi investasi ke Asia, setelah investor asing kelebihan bobot di mata uang Amerika Latin selama setahun terakhir, akan memberikan dorongan lebih lanjut bagi ringgit. “Aliran dana ini kemungkinan akan berlanjut untuk beberapa waktu,” ujarnya.
Pada penutupan perdagangan Jumat (20/9/2024) lalu, ringgit tercatat menguat 0,1% menjadi 4,2037 per dolar AS.
Namun, meski menunjukkan lonjakan kuat, indikator pasar mengisyaratkan potensi konsolidasi dalam waktu dekat. Pedagang akan memantau pengumuman anggaran Malaysia yang dijadwalkan bulan depan untuk melihat perkembangan reformasi subsidi dan defisit fiskal.
Wee Khoon Chong, ahli strategi di Bank of New York Mellon, menambahkan bahwa dalam jangka panjang, valuasi ringgit yang saat ini dianggap murah, berpotensi menarik bagi investor