Bisnis.com, MANGUPURA – Bank Dunia atau World Bank mengungkap daya tumbuh produksi padi Indonesia masih lemah meskipun pemerintah dinilai telah jor-joran memberikan subsidi pada sektor pertanian.
Country Director for Indonesia and Timor-Leste, East Asia and Pacific World Bank Carolyn Turk menuturkan bahwa pertumbuhan produksi beras RI tak lebih dari 1% secara tahunan (year-on-year/yoy).
“Tentang pertumbuhan hasil panen sektor padi di Indonesia. Kami memang melihat adalah hasil panen yang meningkat namun sangat tipis, rata-rata peningkatannya kurang dari 1% per tahun,” jelasnya di Bali international Convention Centre, Kamis (19/9/2024).
Carolyn menyebut, tren pertumbuhan yang sangat lemah itu terjadi di tengah pemerintah RI mengeluarkan biaya besar untuk mengguyurkan kebijakan subsidi pupuk yang dinilai tak efektif.
Sebagai solusinya, World Bank menilai bahwa pemerintah perlu juga untuk mengalokasikan subsidi jumbo tersebut pada komponen lain, seperti untuk melakukan penelitian lanjutan hingga pengembangan SDM para petani.
Carolyn menegaskan kualitas para petani juga tak kalah penting untuk menjadi perhatian pemerintah. Pasalnya, hal itu juga masuk ke dalam komponen yang menentukan pesatnya produktivitas padi di sebuah negara.
Baca Juga
“Pemerintah RI melakukan pengeluaran yang begitu besar untuk satu elemen saja, yaitu pupuk. Hal itu akan mengesampingkan pengeluaran untuk hal-hal yang mendorong pertumbuhan produktivitas di sektor pertanian, seperti investasi pemerintah dalam penelitian dan pengembangan serta penyuluhan pertanian, yang biasanya memberikan keuntungan yang cukup tinggi,” tegasnya.
Asal tahu saja, pemerintah resmi mengalokasikan anggaran subsidi pupuk tahun ini hingga Rp54 triliun. Penambahan alokasi pupuk subsidi tahun ini tercatat tembus hingga Rp28 triliun.
Adapun, tambahan anggaran subsidi pupuk tersebut merupakan tindak lanjut dari deretan pertemuan terbatas Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan para menterinya, termasuk menteri keuangan.
Dari sana diputuskan penambahan alokasi pupuk subsidi tahun ini mencapai 9,55 juta ton, yang saat ini telah resmi tertuang dalam Surat Menteri Keuangan No.S-297/MK.02.2024.