Bisnis.com, JAKARTA - Akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry menimbulkan kekhawatiran bagi investor lokal dan internasional.
Ekonom dan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Fithra Faisal Hastiadi menyampaikan bahwa upaya meningkatkan investasi di Indonesia, pemerintah dan pemangku kepentingan harus memastikan bahwa penegakan hukum, terutama pemberantasan korupsi, dilakukan secara transparan dan berbasis bukti.
“Permasalahannya adalah ketika ASDP sudah mengikuti prinsip Good Corporate Governance [GCG], yang ketat, sesuai dengan standard dan transparan, masih dituduh koruptif, maka itu menjadi satu variabel ketidakkonsistenan dan juga ketidakjelasan dalam memaknai peraturan dan standarisasi. Hal Itu yang kemudian menjadi hantu bagi para investor untuk masuk Indonesia.”, katanya dalam sebuah diskusi, dikutip Sabtu (14/9/2024).
Fithra menilai langkah JN untuk memperkuat valuasi ASDP saat IPO terbilang cukup strategis dan sepatutnya dilakukan. Menurutnya, ketika ASDP melakukan akuisisi JN telah melalui proses due diligence yang ketat dan pelibatan dari lembaga-lembaga internasional serta memperoleh persetujuan dari pemegang saham dan Menteri BUMN.
"Hal ini sesuai dengan paket transparansi dan governansi ketika ingin melantai di Bursa Efek Indonesia [BEI]. Proses tersebut sesuai dengan standar sehingga harus transparan. Bila tidak sesuai sudah pasti akan tertolak di BEI," jelas Fithra.
Diberitakan sebelumnya, PT Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry menjelaskan akuisisi perusahaan swasta PT Jembatan Nusantara termasuk aset kapal miliknya.
Baca Juga
Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry menjelaskan niat awal ASDP adalah membeli atau mengakuisisi perusahaan PT Jembatan Nusantara. Aksi korporasi tersebut tidak terlepas dari aset-aset di dalamnya, termasuk kapal yang dimiliki JN.
“Kita tidak pernah berniat membeli kapal bekas, yang kita niatkan dan yang ditawarkan pertama kali oleh penjual adalah menjual perusahaannya. Kalau kita membeli perusahaan, itu include di dalam pembelian itu adalah aset-asetnya dan liabilitas termasuk utang," kata Harry, Minggu (18/8/2024).
Harry menjelaskan JN juga pada saat itu memiliki utang perbankan dan tidak diubah dan masih tetap berjalan. ASDP saat itu melihat dan menilai dari sisi bisnis yaitu aset, potensi bisnis, market share, dan valuasi.
Harry mengklaim saat itu pihaknya melakukan kajian yang menjadi syarat yaitu internal rate of return (IRR). Selain itu, dalam proses akuisisinya, Harry menyebutkan didampingi oleh BPKP.
Dari proses tersebut, pihaknya telah mendapatkan nilai valuasi. Nilai inilah yang menjadi dasar untuk bernegosiasi dengan JN.
Valuasi tersebut juga bukan merupakan hasil perhitungan sendiri melainkan dari penilai independen berdasarkan perhitungan dan observasinya.
Harry juga mengatakan nilai transaksi akuisisi yang sebesar Rp1,27 triliun tersebut berada di bawah nilai valuasi yang ditetapkan yaitu sebesar Rp1,34 triliun.
Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai ada pelanggaran dalam memvaluasi PT JN oleh ASDP dengan perkiraan kerugian keuangan negara sekitar Rp1,27 triliun.