Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani Ungkap Belum Ada Sinyal Pembatasan BBM Subsidi

Sri Mulyani Indrawati memastikan belum membahas mengenai wacana pembatasan kriteria penerima BBM bersubsidi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani tiba di kompleks jelang Sidang Tahunan MPR dan Sidang bersama DPR dan DPD 2024 dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia di Jakarta, Jumat (16/8/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Menteri Keuangan Sri Mulyani tiba di kompleks jelang Sidang Tahunan MPR dan Sidang bersama DPR dan DPD 2024 dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia di Jakarta, Jumat (16/8/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan belum membahas mengenai wacana pembatasan kriteria penerima BBM bersubsidi Pertalite dan Solar rencananya bakal diterapkan mulai 1 Oktober 2024.

“Iya [pembatasan BBM subsidi], belum di bahas [sampai saat ini],” ujarnya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (3/9/2024).

Lebih lanjut, saat dikonfirmasi mengenai pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa salah satu alasan mengenai pembatasan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dilakukan untuk efisiensi anggaran bagi pemerintahan selanjutnya.

Sri mengatakan bahwa hingga saat ini pembatasan subsidi BBM belum menjadi bagian dari pembahasan untuk APBN 2025. “[APBN] 2025 sedang dengan DPR tidak ada pembahasan itu [pembatasan subsidi BBM],” kata Sri Mulyani.

Menurut catatan Bisnis, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku masih akan melihat situasi dan kondisi di lapangan terkait dengan adanya wacana pembatasan kriteria penerima bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi Pertalite dan Solar subsidi mulai 1 Oktober 2024.

Orang nomor satu di Indonesia itu menekankan bahwa pemerintah hingga saat ini masih belum mengambil keputusan terkait dengan isu tersebut.

“Saya kira kita masih dalam proses sosialisasi kita akan melihat kondisi di lapangan seperti apa, belum ada keputusan dan belum ada rapat,” ujarnya kepada wartawan saat melakukan peninjauan sekaligus meresmikan Gedung Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Rumah Sakit (RS) Sardjito Yogyakarta, Rabu (28/8/2024).

Lebih lanjut, Kepala Negara mengaku bahwa salah satu pertimbangan untuk melakukan pembatasan pembelian BBM Pertalite dan Solar subsidi adalah untuk mengefisiensi anggaran. Mengingat, pemerintah bakal melakukan transisi pemerintahan ke presiden terpilih periode 2024—2029 Prabowo Subianto.

“Yang pertama ini berkaitan nanti ini di Jakarta utamanya dengan polusi, yang kedua kita ingin ada efisiensi di APBN kita. Terutama untuk 2025,” pungkas Jokowi.

Sinyal Pengetatan Subsidi

Sebelumnya, pemerintah memberi sinyal bahwa tak lama lagi kriteria penerima BBM bersubsidi Pertalite dan Solar akan diperketat agar penyaluran komoditas tersebut tepat sasaran. Sejalan dengan rencana ini, pemerintah mengoreksi alokasi volume BBM bersubsidi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.

Dalam RAPBN tahun pertama pemerintahan presiden terpilih 2024-2025 Prabowo Subianto tersebut, volume BBM bersubsidi dialokasikan sebesar 19,41 juta kiloliter (kl) atau turun dibandingkan alokasi pada APBN 2024 yang dipatok sebesar 19,58 juta kl.

“Penurunan ini didorong oleh rencana efisiensi penyaluran BBM bersubsidi tahun 2025 agar lebih tepat sasaran,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Selasa (27/8/2024).

Bahlil menyampaikan, setelah dilakukannya kajian dan evaluasi dengan PT Pertamina (Persero) terkait dengan penyaluran BBM bersubsidi, pemerintah merasa perlu untuk mengatur penyaluran BBM subsidi agar bisa lebih tepat sasaran. Salah satunya dengan membatasi penggunaan BBM bersubsidi bagi kendaraan-kendaraan mewah.

“Dan ketika subsidi ini tepat sasaran, maka akan melahirkan efisiensi. Langkah-langkah ini akan kita lakukan. Jadi jangan lagi mobil-mobil mewah pakai barang subsidi,” tutur Bahlil.

Adapun, total kuota BBM subsidi sebanyak 19,41 juta kiloliter dalam RAPBN 2025 terbagi menjadi dua, yaitu volume minyak tanah dan volume minyak solar.

Dalam RAPBN 2025, volume minyak tanah dipatok sebesar 525.000 kiloliter atau turun dibanding volume dalam APBN 2024 yang dipatok sebesar 580.000 kiloliter.

Untuk volume minyak solar, dalam RAPBN 2025 solar dipatok sebesar 18,89 juta kiloliter. Angka ini turun dibanding tahun sebelumnya yang dipatok sebesar 19 juta kiloliter.

Dengan penyaluran subsidi tepat sasaran, kata Bahlil, diharapkan anggaran subsidi BBM dapat ditekan. Penghematan anggaran negara tersebut dapat dialokasikan untuk program negara yang bersifat prioritas. “Kalau kuotanya menurun, subsidinya kan menurun. Supaya dananya bisa dipakai untuk hal-hal yang prioritas ya,” ucap Bahlil.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Akbar Evandio
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper