Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno mengkritisi wacana pemerintah yang ingin menetapkan subsidi tarif Kereta Rel Listrik (KRL) berbasis nomor induk kependudukan (NIK), sebab hanya akan memperburuk polusi udara di Jabodetabek. Jika akses transportasi umum kian sulit, masyarakat akan beralih ke kendaraan pribadi, sehingga berisiko memperburuk polusi.
Eddy menegaskan, seharusnya transportasi publik di Jakarta dan sekitarnya terus diperbanyak. Tak hanya itu, kualitas dan kelayakannya terus diperbaiki.
Apalagi, sambungnya, dalam tiga tahun terakhir Jakarta, Tangerang Selatan, dan kota-kota sekitarnya kerap masuk dalam kota dengan polusi tertinggi di dunia.
"Salah satu cara terbaik mengurangi polusi adalah memperbanyak transportasi publik dan memperbanyak jumlahnya agar mudah diakses masyarakat. Di saat yang bersamaan, perlu dilakukan pembatasan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil," kata Eddy, Jumat (30/8/2024).
Sekretaris jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengingatkan agar pemerintah memberikan dukungan penuh untuk mengurangi polusi udara. Oleh sebab itu, akses transportasi publik seharusnya semakin dipermudah bukannya malah dipersulit.
Eddy mendorong agar KRL Jabodetabek tetap memilki harga terjangkau untuk setiap masyarakat tanpa terkecuali. Dengan begitu, pemerintah perlu memberikan insentif agar masyarakat memiliki transportasi publik daripada menggunakan kendaraan pribadi.
Baca Juga
Dia menegaskan pentingnya kementerian dan lembaga terkait memperhatikan aspirasi masyarakat, khususnya pengguna transportasi publik.
"Salah satu signature [ciri khas] kota-kota besar di negara maju adalah transportasi publik yang layak, berkualitas dan terjangkau. Saya yakin komitmen kita pada keberlanjutan lingkungan bisa membuat udara Jakarta dan sekitarnya menjadi lebih bersih," tutup Eddy.
Sebagai informasi, rencana perubahan skema subsidi KRL menjadi berbasis NIK itu tercantum dalam Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, yakni dalam Bab 3 mengenai Belanja Negara.
Subsidi KRL menjadi bagian dari subsidi untuk kewajiban pelayanan publik atau Public Service Obligation (PSO). Setiap tahunnya pemerintah menganggarkan subsidi PSO kepada sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki fungsi layanan publik, salah satunya PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.
Pada 2025, pemerintah menganggarkan subsidi PSO Rp4,79 triliun kepada PT KAI yang akan digunakan untuk sejumlah layanan, yakni kereta api (KA) ekonomi jarak jauh, sedang, dan dekat; KA ekonomi lebaran; KRD ekonomi; LRT Jabodebek; serta KRL Jabodetabek dan Yogyakarta.
PT KAI menggunakan dana subsidi tersebut untuk mengoperasikan kereta-kereta jarak jauh hingga dekat, kereta ekonomi lebaran, KRD ekonomi, dan LRT Jabodebek.
Adapun, KRL Jabodetabek dan Yogyakarta dioperasikan oleh PT Kereta Commuter Indonesia atau KAI Commuter. Subsidi PSO digunakan oleh KAI Commuter untuk operasional KRL tersebut.