Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wacana Skema Tarif KRL Berbasis NIK Berpolemik, MTI Buka Suara

MTI sebut pemerintah perlu meningkatkan fasilitas KRL sebelum berencana untuk mematok tarif KRL dasarkan NIK
Rangkaian kereta rel listrik atau KAI Commuter melintas di Jakarta, Senin (18/9/2023). Bisnis/Himawan L Nugraha
Rangkaian kereta rel listrik atau KAI Commuter melintas di Jakarta, Senin (18/9/2023). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) buka suara terkait rencana pemerintah yang akan menetapkan subsidi kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek berbasis nomor induk kependudukan alias NIK. Hal itu menuai protes keras dari para komuter.

Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI, Djoko Setijowarno menilai pemerintah perlu meningkatkan kualitas layanan dan fasilitas dari KRL sebelum memutuskan untuk memberlakukan skema subsidi tarif KRL berbasis NIK.

Meski demikian, dia juga mengakui bahwa ada sisi positifnya yaitu masyarakat kalangan menengah ke bawah berpotensi mendapatkan tarif KRL yang lebih murah dibandingkan kalangan menengah ke atas.

"Secara keseluruhan dampaknya positif, tapi jangan dulu diberlakukan sekarang. Kenapa mereka [masyarakat] marah atau tidak terima? Karena saat ini mereka menikmati KRL yang tidak nyaman," ujar Djoko kepada Bisnis, Jumat (30/8/2024).

Lebih lanjut dia juga menyinggung soal polemik impor KRL antara PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan PT Inka pada 2023 lalu. 

Pada akhirnya, KCI memilih impor KRL baru dari China ketimbang dari Jepang. KCI mengimpor tiga rangkaian kereta (trainset) dari pabrikan asal China, CRRC Sifang Co. Ltd senilai Rp783 miliar.

"Artinya, pemerintah harus meningkatkan kualitas dari segi layanan dan fasilitas KRL sebelum menetapkan tarif berbasis NIK. Setidaknya dalam kondisi normal, rangkaiannya 12, biarkan masyarakat menikmati dulu, ternyata KRL-nya sudah bagus yang dipesan dari China, baru lah sosialisasi," pungkasnya.

Dari sisi pengguna KRL, Nitya (25) karyawan swasta pengguna KRL Line Bogor pun mengakui bahwa prasarana KRL kurang memadai, seperti kondisi stasiun dan ketersediaan transportasi umum lanjutan, dari dan ke stasiun. Namun, di sisi ketersediaan KRL berdasarkan waktu menurutnya sudah cukup memadai.  

"Dengan tarif saat ini di bawah Rp5.000, sudah sesuai dengan pelayanannya. Namun, bakal jadi masalah kalau penerapan tarif sesuai NIK diterapkan, karena belum ada kriteria jelas terkait siapa yang layak dapat subsidi maupun tidak. Hal ini dikhawatirkan bisa terjadi ketimpangan di antara pengguna KRL," jelas Nitya.

Perlu diketahui, subsidi KRL menjadi bagian dari subsidi untuk kewajiban pelayanan publik atau Public Service Obligation (PSO). Setiap tahunnya pemerintah menganggarkan subsidi PSO kepada sejumlah BUMN yang memiliki fungsi layanan publik, salah satunya PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.

Pada 2025, pemerintah menganggarkan subsidi PSO Rp4,79 triliun kepada PT KAI yang akan digunakan untuk sejumlah layanan, yakni kereta api (KA) ekonomi jarak jauh, sedang, dan dekat; KA ekonomi lebaran; KRD ekonomi; LRT Jabodebek; serta KRL Jabodetabek dan Yogyakarta.

PT KAI menggunakan dana subsidi tersebut untuk mengoperasikan kereta-kereta jarak jauh hingga dekat, kereta ekonomi lebaran, KRD ekonomi, dan LRT Jabodebek. 

Subsidi berbasis NIK pun mendapat sorotan tajam, karena pengguna KRL akan mendapatkan tarif yang berbeda, bergantung kepada subsidi yang mereka terima berdasarkan profil NIK. Padahal, dalam Nota Keuangan, pemerintah sendiri yang menjelaskan bahwa pemberian subsidi bertujuan untuk menjamin pelayanan yang terjangkau bagi publik.

Respons Kemenhub

Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati mengatakan realisasi penerapan tarif subsidi KRL Jabodetabek berbasiskan Nomor Induk Kependudukan (NIK) akan sangat bergantung dengan hasil pembahasan lintas sektoral, konsultasi publik, dan respons dari berbagai pemangku kepentingan.

Adita menyampaikan hal tersebut untuk menjawab mengenai kepastian rencana penerapan tarif subsidi KRL Jabodetabek berbasiskan NIK pada 2025.

"Kita lihat nanti, kita lihat hasil pembahasannya seperti apa, perlu konsultasi publik, melihat dinamika, dan respons dari stakeholder," kata Adita, di Gedung DPR/MPR/DPD, Jakarta, Kamis (29/8/2024) dilansir dari Antara.

Adita mengatakan wacana penerapan penerapan tarif subsidi KRL Jabodetabek berbasiskan NIK sebenarnya sudah muncul pada 2023. Wacana itu muncul untuk membuat subsidi angkutan umum lebih tepat sasaran.

"Kalau lihat tadi memang ada keterbatasan, yang artinya, berarti kita juga harus menyesuaikan beberapa pos-pos yang biasanya ada setiap tahun, termasuk juga keperintisan sama subsidi itu," ujar dia.

Selain itu, menurut dia, PT Kereta Api Indonesia Persero (KAI) juga sudah memiliki sistem yang baik, sehingga memungkinkan penerapan subsidi KRL berbasis NIK itu diwujudkan.

Dia  menjamin jika tarif subsidi KRL Jabodetabek berbasiskan NIK diterapkan, maka akan diikuti dengan peningkatan fasilitas kereta dan stasiun bagi masyarakat.

"Itu jelas, KAI juga terus meningkatkan fasilitasnya," kata dia.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal mengatakan skema penetapan tarif KRL Jabodetabek berbasis NIK belum akan segera diberlakukan.

Menurut Risal, untuk memastikan skema tarif subsidi KRL betul-betul tepat sasaran, DJKA Kemenhub masih terus melakukan pembahasan dengan pihak-pihak terkait.

"Nantinya skema ini akan diberlakukan secara bertahap, dan akan dilakukan sosialisasi kepada masyarakat sebelum ditetapkan," kata dia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper