Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Subsidi KRL Diubah Berbasis NIK, Padahal Anggaran Hanya 5% Alokasi IKN

Wacana subsidi KRL Jabodetabek berbasis NIK mengemuka karena selama ini dianggap salah sasaran. Padahal, nilainya hanya secuil dibandingkan belanja lainnya.
Rangkaian kereta rel listrik (KRL) di dipo kereta, Depok, Jawa Barat. Pemerintah berencana memberlakukan subsidi KRL Jabodetabek berbasis NIK sesuai Nota Keuangan-RAPBN 2025, yang kemudian disebut masih wacana. / Bisnis-Himawan L Nugraha
Rangkaian kereta rel listrik (KRL) di dipo kereta, Depok, Jawa Barat. Pemerintah berencana memberlakukan subsidi KRL Jabodetabek berbasis NIK sesuai Nota Keuangan-RAPBN 2025, yang kemudian disebut masih wacana. / Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Rencana subsidi kereta rel listrik (KRL) berbasis nomor induk kependudukan alias NIK menuai protes keras dari para komuter. Subsidi yang ada dinilai salah sasaran sehingga akan diseleksi melalui profil dalam NIK, padahal subsidi transportasi umum mestinya berorientasi pelayanan publik.

Rencana perubahan skema subsidi KRL menjadi berbasis NIK itu tercantum dalam Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, yakni dalam Bab 3 mengenai Belanja Negara.

Subsidi KRL menjadi bagian dari subsidi untuk kewajiban pelayanan publik atau Public Service Obligation (PSO). Setiap tahunnya pemerintah menganggarkan subsidi PSO kepada sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki fungsi layanan publik, salah satunya PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.

Pada 2025, pemerintah menganggarkan subsidi PSO Rp4,79 triliun kepada PT KAI yang akan digunakan untuk sejumlah layanan, yakni kereta api (KA) ekonomi jarak jauh, sedang, dan dekat; KA ekonomi lebaran; KRD ekonomi; LRT Jabodebek; serta KRL Jabodetabek dan Yogyakarta.

PT KAI menggunakan dana subsidi tersebut untuk mengoperasikan kereta-kereta jarak jauh hingga dekat, kereta ekonomi lebaran, KRD ekonomi, dan LRT Jabodebek.

Adapun, KRL Jabodetabek dan Yogyakarta dioperasikan oleh PT Kereta Commuter Indonesia atau KAI Commuter. Subsidi PSO digunakan oleh KAI Commuter untuk operasional KRL tersebut.

Pemerintah ternyata memberikan sejumlah catatan perbaikan dalam pemberian PSO 2025, yakni:

  1. Penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek
  2. Pelaksanaan penilaian kepuasan pelanggan dengan mekanisme survei indeks kepuasan masyarakat (IKM) pada KA penugasan PSO
  3. Mekanisme pengurangan pemberian subsidi pada KA penugasan PSO melalui skema perhitungan pendapatan non tiket (non core)
  4. Melakukan pelaksanaan verifikasi berbasis biaya pada penyelenggaraan KA PSO.

Poin pertama itu mendapat sorotan tajam, karena pengguna KRL akan mendapatkan tarif yang berbeda, bergantung kepada subsidi yang mereka terima berdasarkan profil NIK. Padahal, dalam Nota Keuangan, pemerintah sendiri yang menjelaskan bahwa pemberian subsidi bertujuan untuk menjamin pelayanan yang terjangkau bagi publik.

"Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk Subsidi PSO kepada masyarakat melalui BUMN yang mendapatkan penugasan untuk menjamin pelayanan produk atau jasa yang lebih terjangkau bagi masyarakat," dikutip dari Buku II Nota Keuangan-RAPBN 2025 pada Jumat (30/8/2024).

Berapa Anggaran Subsidi KRL?

Buku II Nota Keuangan dan RAPBN 2025 tidak memuat secara rinci anggaran subsidi PSO untuk KRL Jabodetabek. Dokumen itu hanya mengulas subsidi PSO secara keseluruhan, yang akan digunakan oleh PT KAI dan KAI Commuter.

Berdasarkan outlook tahun anggaran 2024, subsidi PSO diperkirakan mencapai Rp7,88 triliun. Jumlahnya meningkat dari subsidi PSO tahun anggaran 2023 senilai Rp5,09 triliun.

Subsidi PSO mengalami peningkatan rata-rata 2,4% per tahun pada periode 2020—2023, dari Rp4,74 triliun pada 2020 hingga Rp5,09 triliun tahun lalu.

"Faktor yang memengaruhi kenaikan anggaran Subsidi PSO dalam periode 2020—2024 antara lain peningkatan anggaran Subsidi PSO PT KAI terutama untuk mendukung LRT Jabodebek," dikutip dari Buku II Nota Keuangan-RAPBN 2025.

Apabila menilik laporan keuangan KAI Commuter, data realisasi anggaran PSO untuk KRL baru tersedia sampai 2022. Laporan keuangan tahun anggaran 2023 belum tersedia di situs resmi perusahaan.

Berdasarkan data itu, anggaran subsidi KRL Jabodetabek pada 2022 mencapai Rp1,41 triliun. Sejak 2018 hingga 2022, subsidi PSO untuk KRL Jabodetabek setiap tahunnya berada di kisaran Rp1,13 triliun—1,63 triliun.

Sebagai perbandingan, alokasi anggaran subsidi kendaraan listrik mencapai Rp9,2 triliun hanya pada 2024. Harga kendaraan listrik terbilang tinggi dan hanya masyarakat mampu yang bisa membelinya, sehingga subsidi kendaraan listrik dinikmati mereka, bukan masyarakat miskin dan rentan.

Perbandingan lainnya, anggaran Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara selama tiga tahun pembangunan telah mencapai Rp72,3 triliun, yang terdiri dari realisasi 2022 senilai Rp5,5 triliun, realisasi 2023 senilai Rp27 triliun, dan alokasi 2024 senilai Rp39,8 triliun.

Dalam tiga tahun terakhir yang dilaporkan KAI Commuter, yakni 2020—2022, total penggunaan anggaran subsidi KRL mencapai Rp4,2 triliun. Jumlahnya setara 5,8% dari total anggaran IKN pada tiga tahun terakhir.

Kemenhub: Subsidi KRL Berbasis NIK Masih Wacana

Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (DJKA Kemenhub) buka suara, bahwa tarif KRL Jabodetabek tidak akan berubah dalam waktu dekat meskipun pemerintah merencanakan perubahan subsidi KRL berbasis NIK.

Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal mengatakan bahwa skema penetapan tarif KRL Jabodetabek berbasis NIK belum akan segera diberlakukan. Meskipun demikian, Risal menyampaikan bahwa rencana tersebut merupakan bagian dari upaya DJKA dalam melakukan penyesuaian tarif KRL Jabodetabek dengan subsidi yang lebih tepat sasaran.

"Guna memastikan agar skema tarif ini betul-betul tepat sasaran, saat ini kami masih terus melakukan pembahasan dengan pihak-pihak terkait. Nantinya skema ini akan diberlakukan secara bertahap, dan akan dilakukan sosialisasi kepada masyarakat sebelum ditetapkan," ujarnya dalam keterangan resmi.

DJKA juga akan membuka diskusi publik dengan akademisi dan perwakilan masyarakat untuk memastikan skema tarif yang akan diberlakukan tidak memberatkan pengguna jasa layanan KRL Jabodetabek.

Diskusi publik ini akan dilakukan setelah skema pentarifan selesai dibahas secara internal, dan merupakan bagian dari sosialisasi kepada masyarakat. (Artha Adventy)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper