Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) tengah melobi pemerintah untuk mengambil kebijakan selain cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) sebagai upaya mengurangi penyakit tidak menular (PTM).
Adapun, pemerintah telah sepakat untuk menerapkan cukai MBDK tahun depan sesuai dengan rencana kebijakan penambahan barang kena cukai yang diatur dalam Rancangan APBN (RAPBN).
Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman mengatakan, pihaknya tengah berupaya berkomunikasi bersama Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mendahulukan upaya edukasi dan reformulasi pangan oleh produsen ketimbang pengenaan cukai.
"Nanti jam 13.00 kita akan meeting lagi dengan tim Pak Menkes, minggu lalu hari Jumat kita sudah ketemuan dengan BPOM setelah dengan Menkes nanti kita akan lanjut dengan BPOM," kata Adhi saat ditemui di Jiexpo, Selasa (27/8/2024).
Selain cukai MBDK, dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024 tentang Kesehatan juga berpotensi mengenakan cukai pada produk makanan dan minuman kemasan yang memiliki kandungan gula, garam, dan lemak (GGL).
Hal ini tersebut dinilai sangat merugikan bagi produsen maupun masyarakat yang akan menerima beban kenaikan harga mencapai 30% di pasar.
Baca Juga
"Cukai itu tahap paling akhir, kalau memang semua upaya sudah dilakukan, yang paling penting itu edukasi dulu. Pertama, edukasi, kemudian kepaturan produsen nya pada bahan tambahan pangan," ujarnya.
Adhi memastikan industri makanan dan minuman (mamin) olahan akan melakukan reformulasi dan mengurangi kadar gula, garam, dan lemak (GGL) pada produk olahan kemasan yang dinilai sebagai salah satu pemicu penyakit tidak menulai (PTM), seperti obesitas, gagal ginjal, dan lainnya.
Menurut dia, yang semestinya diutamakan yaitu edukasi masyarakat terkait risiko konsumsi GGL berlebihan. Sementara itu, bahan tambahan pangan seperti gula, gula, dan lemak masih dibutuhkan dalam kadar tertentu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.
Terkait rencana penerapan cukai MBDK tahun depan, Adhi berharap hal tersebut tak dilakukan tanpa adanya tahapan edukasi kepada masyarakat.
"Kita berharap demikian [tak diterapkan tahun depan], karena tahapannya edukasi dulu, bersama dengan edukasi industri melakukan reformulasi besar-besaran, begitu konsumen bisa menerima dan industri sudah reformulasi, kita turunkan kadarnya bertahap, sampai terakhir mudah-mudahan sukses, nggak sampai ke cukai," ujarnya.
Untuk diketahui, Dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025, dijelaskan pertumbuhan penerimaan cukai bisa tercapai melalui kebijakan ekstensifikasi. Oleh sebab itu, cukai minuman berpemanis dalam kemasan juga akan digalakkan pada tahun depan.
"Kebijakan ekstensifikasi cukai secara terbatas pada minuman berpemanis dalam kemasan untuk menjaga kesehatan masyarakat," tulis pemerintah dalam RAPBN.
Perluasan objek cukai sudah dicantumnya sejak 2024. Pada tahun ini pemerintah sudah menargetkan penerimaan cukai produk plastik sebesar Rp1,85 ttriliun dan minuman berpemanis dalam kemasan senilai Rp4,39 triliun seperti yang diatur dalam Perpres No. 76/2023. Namun, kebijakan tersebut belum juga direalisasikan.