Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebut pengenaan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) akan memberikan efek ganda atau multiplier effect pada ruang gerak pelaku usaha dalam menjalankan usaha dan menjangkau konsumen sebagai target market dari produknya.
Pengenaan cukai terhadap makanan olahan itu tertuang dalam Pasal 194 Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 17/2023 tentang Kesehatan.
Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani menyampaikan, naiknya cukai akan mengerek harga produk dan dapat memicu turunnya daya beli masyarakat. Hal ini juga dapat berdampak pada pengurangan tenaga kerja.
“Jika berkepanjangan, akan berdampak pula kepada permintaan produksi dan pengurangan tenaga kerja,” kata Shinta dalam konferensi pers di Kantor Apindo, Jumat (23/8/2024).
Dalam beleid itu, pemerintah juga menentukan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) dalam pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji. Ketentuan ini berlaku sebagai upaya pemerintah dalam pengendalian risiko penyakit tidak menular (PTM).
Dalam penetapan batas maksimal GGL, pemerintah mempertimbangkan kajian risiko dan standar internasional. Kajian risiko yang dimaksud berupa analisis untuk memberikan gambaran mengenai besaran dan tingkat risiko munculnya penyakit tidak menular akibat mengonsumsi pangan yang mengandung gula, garam, dan lemak.
Baca Juga
Shinta menyebut, Apindo pada dasarnya mengapresiasi niat baik dari regulasi tersebut. Kendati begitu, Shinta menilai bahwa penetapan batas maksimal GGL dalam produksi pangan olahan tak serta merta menurunkan angka penyakit yang dipicu oleh konsumsi GGL yang berlebih sehingga perlu dikaji lebih lanjut.
Untuk itu, Shinta mengaku sudah melakukan audiensi dengan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan telah menyampaikan sejumlah masukan dari kalangan pelaku usaha.
Pihaknya saat ini mengharapkan, pemerintah dapat melibatkan pelaku usaha dalam penyusunan aturan turunannya. Apalagi, sektor makanan dan minuman menyumbang sekitar 39% terhadap PDB industri non-migas dan menyumbang 6,55% terhadap PDB nasional.
“Concern-concern yang ada ini harus diperhatikan karena nantinya akan mempengaruhi daripada eksekusi di lapangannya,” pungkasnya.