Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News Bisnisindonesia.id: Nasib Investasi Asing di IKN dan Persiapan Masa Pensiun

Realisasi investasi para pemodal asing di IKN menjadi salah satu berita pilihan yang dirangkum dalam Top 5 News Bisnisindonesia.id edisi Minggu (25/8/2024).
Suasana panggung kehormatan di Lapangan Upacara Istana Negara IKN, Kalimantan Timur, yang menjadi lokasi bagi tamu VVIP dalam agenda peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan RI, Sabtu (17/8/2024). ANTARA/Andi Firdaus
Suasana panggung kehormatan di Lapangan Upacara Istana Negara IKN, Kalimantan Timur, yang menjadi lokasi bagi tamu VVIP dalam agenda peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan RI, Sabtu (17/8/2024). ANTARA/Andi Firdaus

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah masih gencar menggaet investor asing untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara meski realisasinya masih seret. 

Rendahnya realisasi investasi para pemodal asing di IKN menjadi salah satu berita pilihan redaksi yang dirangkum dalam Top 5 News Bisnisindonesia.id edisi Minggu (25/8/2024). Berikut selengkapnya. 

1. Menelusuri Penyebab Investor Asing Belum Masif Masuk IKN

Presiden terpilih periode 2024—2029 Prabowo Subianto diperkirakan akan mengandalkan Konsorsium Nusantara pimpinan konglomerat Sugianto Kusuma alias Aguan untuk membangun IKN Nusantara, dibandingkan dengan investor asing. 

Suntikan modal asing di IKN terbilang masih sepi. Pemerintah berdalih, kondisi ini lantaran pada tahap awal pembangunan difokuskan untuk investor lokal.

Setelah menteri investasi yang baru dilantik, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roslani menerima mandat berat untuk menggaet investor asing masuk ke IKN. 

Rosan menjanjikan akan melakukan jemput bola, salah satu yang disiapkan adalah menawarkan potensi investasi IKN ke Singapura.

“Saya ke Singapura, sudah confirm bertemu dengan Temasek, GIC, dan juga dengan beberapa company lagi di sana,” kata Rosan. Lalu, apa yang menyebabkan sulitnya investor masuk ke IKN?  

2. Balapan Cicip Kue Bisnis Paylater Bank Kelas Dua

Bisnis paylater menjadi salah satu strategi bank menengah untuk meningkatkan pangsa pasar, serta untuk memenuhi kebutuhan nasabah potensial.

Pengembangan produk paylater juga menjadi alternatif yang ditawarkan untuk menjaga cashflow apabila seorang invidu memiliki suatu kebutuhan bersifat konsumtif dengan cara cicil mengingat persetujuan kartu kredit yang terbilang lebih ketat.

Adapun bank yang dimaksud di sini adalah kelompok bank berdasarkan modal inti (KBMI) III seperti CIMB Niaga, BTN hingga BSI. Bisnis ini telah lebih dulu dikembangkan oleh bank papan atas seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA).

Potensi yang menjanjikan akan bisnis paylater itu  tercermin dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mencatat paylater di perbankan, baki debet tumbuh stabil sebesar 47,52% menjadi Rp17,72 triliun. Kemudian, tercatat total jumlah rekening mencapai 17,48 juta, atau naik dari Mei 2024 sebesar 17,26 juta. 

3. Menaksir Prospek Pasar Properti di Cikarang Terdampak Proyek MRT Fase 3

Kawasan Cikarang, Jawa Barat, diproyeksikan memiliki prospek properti yang positif dan menarik karena masifnya pembangunan infrastruktur jalan tol dan transportasi umum termasuk rencana pembangunan mass rapid transit (MRT) fase 3 dari east – west line (Cikarang – Balaraja). 

CEO PT Sri Pertiwi Sejati (SPS) Group Ming Liang mengatakan harga properti residensial di kawasan Cikarang masih undervalue atau terjangkau jika dibandingkan dengan koridor Selatan Jakarta seperti Sentul maupun koridor barat Jakarta seperti Serpong.

Harga hunian yang masih terjangkau ini akan menarik minat masyarakat terutama bagi kalangan end user dan pembeli rumah pertama. Selain itu, Cikarang merupakan salah satu kawasan yang terkenal dengan kawasan industrinya. 

Menurutnya, sebagai kota industri terbesar di Asia Tenggara yang memiliki sekitar 4.000 perusahaan dengan 2 juta pekerja yang menjadi demand yang sudah pasti menarik untuk membangun township bresaola international di Cikarang. 

4. Kopi Arabika Kalah Pamor, Robusta Naik Takhta

Pamor kopi arabika perlahan mulai luntur seiring dengan terus meningkatnya permintaan untuk bijih robusta. Varietas ini melonjak lebih dari 65% tahun ini dengan level tertinggi pada harga US$4.728 per ton pada hari Jumat.

Analis komoditas J. Ganes Consulting LLC, Judy Ganes mengatakan bahkan pasokan besar biji arabika sebagai kopi berkualitas tinggi dan rekor pengiriman robusta dari Brasil tidak cukup untuk mengimbangi ketidakseimbangan yang diciptakan oleh kekeringan yang sedang berlangsung di Vietnam, petani robusta terbesar di dunia. Kondisi ini menyebabkan kondisi pasar bergejolak

Permintaan robusta yag meningkat menjadi perubahan besar bagi industri. Banyak pemangang juga memadukan biji robusta dan arabika. Penyesuaian rasio dari dua varietas tersebut membantu mengelola biaya ketika gangguan menghantam bagian dari rantai pasokan. 

Biaya hidup yang lebih tinggi di seluruh dunia juga mendorong untuk mencampur kopi yang lebih murah, sementara basis konsumen yang berkembang di China mendorong impor kopi instan yang lebih tinggi.

5. Sudahkah Anda Mempersiapkan Masa Pensiun?

Manulife Asia Care Survey 2024 menujukkan bahwa tekanan finansial akibat dari meningkatnya biaya kesehatan dan biaya hidup mendorong individu untuk mengevaluasi kembali kesiapan mereka dalam menghadapi masa pensiun dan kebutuhan medis yang tidak terduga.

Survei yang melibatkan 1.054 responden di Indonesia ini merilis MyFuture Readiness Index atau Indeks Kesiapan Masa Depan. Indeks ini mengukur persepsi masyarakat terhadap kesejahteraan fisik, mental, dan finansial mereka saat ini dan di masa depan.

Dengan menggunakan skala 1 sampai 100, indeks ini menunjukkan skor kesejahteraan yang diinginkan sebesar 89, melebihi rata-rata negara lain di Asia. Namun, skor untuk mereka yang merasa dapat mencapai kesejahteraan yang diinginkan adalah 81. Hal itu mencerminkan kurangnya kepercayaan diri akan masa depan dari para responden.

Presiden Direktur Manulife Indonesia, Ryan Charland menjelaskan kurangnya kepercayaan diri tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, dengan yang paling utama adalah prospek kesehatan yang memburuk di usia tua dan meningkatnya biaya perawatan medis.  

Dengan kondisi tersebut, menurutnya dapat menjadi peluang signifikan untuk edukasi lebih jauh mengenai pentingnya merencanakan masa depan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rayful Mudassir
Editor : Rayful Mudassir
Sumber : Bisnisindonesia.id
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper