Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kunci Kejar Target Pertumbuhan Ekonomi 2025 versi Apindo: Tambah Stimulus Sektor Riil

Apindo menilai bahwa stimulus untuk sektor riil belum begitu terlihat dalam APBN 2025, padahal dinilai penting untuk mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Jajaran gedung bertingkat di Jakarta, Minggu (7/7/2024). / Bisnis-Abdurachman
Jajaran gedung bertingkat di Jakarta, Minggu (7/7/2024). / Bisnis-Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dinilai perlu menggelontorkan lebih banyak stimulus yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas sektor riil guna mengantisipasi persoalan yang dihadapi dalam mengejar target pertumbuhan ekonomi 2025.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani, upaya stimulasi produktivitas tersebut tidak banyak terlihat dalam rencana yang sudah ditetapkan pemerintah untuk tahun depan.

"Kami tidak melihat banyak upaya stimulasi produktifitas tersebut. Selain eksekusi program refomasi struktural existing. Memang reformasi struktural existing dapat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi, Namun, sejauh ini hal itu tidak cukup kuat untuk menghasilkan output kinerja ekonomi yang kita inginkan," kata Shinta kepada Bisnis, baru-baru ini.

Sejatinya, jelas Shinta, APBN 2025 telah melacak dengan baik risiko-risiko yang mencancam pertumbuhan ekonomi tahun depan. Mulai dari tekanan geopolitik, persistensi lemahnya pertumbuhan global, hingga higher for longer global interest rate.

Kemudian, pemerintah juga dinilai memiliki ruang yang cukup besar untuk melakukan intervensi pasar mengantisipasi peningkatan beban terhadap daya beli masyarakat karena faktor eksternal seperti pelemahan nilai tukar ataupun fluktuasi harga komoditas pangan/energi.

Bahkan, bantalan sosial di dalam APBN 2025 mulai dari pembiayaan pendidikan, kesehatan, jaminan sosial kesehatan, jaminan sosial ketenagakerjaan, serta subsidi-subsidi lainnya tergolong sangat generous.

"Masalahnya, isu pertumbuhan ekonomi pada 2025 tidak bisa diselesaikan hanya dengan mengandalkan bantalan sosial. Harus ada perputaran ekonomi yang lebih robust di sektor riil, khususnya di sektor formal, jika beban-beban pertumbuhan ekonomi eksternal dan internal mau diubah sehingga menciptakan level pertumbuhan dan kesejahteraan yang diinginkan," jelasnya.

Kondisi inilah yang kemudian dianggap mengharuskan APBN 2025 menciptakan lebih banyak stimulus peningkatan produktifitas sektor riil agar target-target pertumbuhan yang sudah dipatok menjadi lebih achievable.

Idealnya, tambah Shinta, pemerintah harus menciptakan inovasi kebijakan reformasi struktural yang berorientasi pada peningkatan produktivitas, efisiensi, dan daya saing iklim usaha atau investasi nasional.

Inovasi kebijakan ini juga diharapkan bisa meningkatkan produktivitas jangka pendek agar beban pembiayaan APBN tahun depan lebih manageable, tanpa menciptakan resiko ekonomi yang lebih besar dalam jangka menengah-panjang.

"Bila pemerintah tidak menciptakan driver-driver pertumbuhan produktivitas jangka pendek kurun 1 tahun sepanjang 2025, khususnya yang dapat memicu peningkatan penciptaan lapangan kerja di sektor formal, pertumbuhan penerimaan FDI dan kinerja ekspor secara signifikan, kami khawatir banyak asumsi yang akan meleset," ujarnya.

Dampaknya, peningkatan rasio utang dan defisit APBN bisa melampaui batas target yang dianggap sehat alias prudent bagi resiliensi ekonomi makro serta keberlanjutan pembiayaan negara.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper