Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto, merespons soal besaran bea masuk antidumping (BMAD) produk ubin keramik impor yang disampaikan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) yaitu sekitar 45%-50%.
Menurut Edy, besaran BMAD tersebut masih jauh di bawah ekspektasi Asaki. Adapun, Asaki sebelumnya mendukung usulan besaran BMAD yang disampaikan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) untuk produk ubin keramik impor asal China di kisaran 100% -199,9%.
"Lalu dari angka yang tadi itu, menurut kami ya di bawah harapan dan ekspektasi kami," ujar Edy usai menghadiri Bisnis Indonesia Forum di Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta, Jumat (9/8/2024).
Kendati begitu, Edy mengapresiasi pihak Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang telah berupaya menerapkan BMAD untuk melindungi industri ubin keramik dalam negeri.
Namun, diakuinya besaran BMAD perlu memadai untuk mengadang produk ubin keramik impor asal China. Pasalnya, dari segi harga, produk ubin keramik impor asal China jauh lebih murah dibandingkan harga pokok produksi (HPP) pabrik lokal.
"Karena harga impor itu US$2,3 [per meter] sedangkan cost production kami itu di range US$4,5-5 [per meter persegi], harusnya hitungan matematikanya sudah jelas mesti berapa persen," tuturnya.
Baca Juga
Edy membeberkan, pihaknya mempercayai hasil penyelidikan dan perhitungan KADI ihwal BMAD produk ubin keramik impor. Musababnya, menurut dia, penyelidikan anti dumping dilakukan secara komprehensif dengan waktu yang cenderung panjang.
Dia menyebut, Asaki pertama kali mengajukan anti dumping kepada KADI pada Desember 2022. Kemudian, setelah KADI mulai melakukan penyelidikan pada Maret 2023 setelah data-data dan bukti dikumpulkan.
Adapun, penyelidikan tersebut berlangsung hingga Juli 2024 dan mendapati hasil bahwa terbukti adanya dumping pada produk ubin keramik asal China.
Laporan KADI mengusulkan besaran BMAD di kisaran 100% - 199,9%. Menurut Edy, besaran BMAD itu telah diperhitungkan dengan baik oleh KADI dengan berbagai data pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan di World Trade Organization (WTO).
"Sampai Juli 2024, ini [penyelidikan] setahun lebih makanya saya sampaikan kita mesti percaya ke KADI, nyatanya kan sudah terbukti ini ada dumping," ucapnya.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Rabu (7/8/2024), Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan, bahwa Kemendag melalui Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) telah menyelesaikan hasil perhitungan besaran BMAD untuk produk ubin keramik. Menurutnya, rata-rata BMAD yang ditetapkan untuk ubin keramik di kisaran 45%-50%.
"Yang keramik, kami sudah dapat, sudah selesai. Rata-rata itu 45%-50%," ujar Zulhas, Selasa (6/8/2024).
Sebelumnya, Ketua Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Danang Prasta Danial menyebut, terdapat 11 kode HS produk ubin keramik yang akan dikenakan BMAD. Nantinya, besaran BMAD tidak akan dipukul rata untuk seluruh 11 kode HS produk ubin keramik itu.
"BMAD ini bukan per negara, tapi ke produsen atau eksportir di negara asal," ucapnya.
Danang pun menjelaskan, sejumlah parameter digunakan untuk penetapan besaran BMAD kepada tiap produsen yang terbukti melakukan dumping. Di antaranya seperti kerugian industri yang ditimbulkan, selisih harga jual antar negara, dan keterkaitan antara selisih harga jual dengan kerugian industri.
"Beda-beda besaran BMAD, tergantung hasil penyelidikan, banyak parameter sebelum ditetapkan berapa persennya," jelasnya.