Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produsen Pede Rencana Antidumping Keramik China Tak Buat Harga Melonjak

Asaki menanggapi isu kekhawatiran terkait dengan harga keramik yang disebut bakal melonjak signifikan imbas pengenaan tarif Bea Masuk Antidumping keramik China
Karyawan mengawasi mesin proses pembuat keramik di pabrik milik PT Arwana Citramulia Tbk di Pasar Kemis, Tanggerang. Bisnis/Nurul Hidayat
Karyawan mengawasi mesin proses pembuat keramik di pabrik milik PT Arwana Citramulia Tbk di Pasar Kemis, Tanggerang. Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) menanggapi isu kekhawatiran terkait dengan harga keramik yang disebut bakal melonjak signifikan imbas pengenaan tarif Bea Masuk Antidumping (BMAD) keramik asal perusahaan China. 

Berdasarkan hasil penyelidikan KADI, rencana penerapan BMAD keramik dimulai dengan besaran 100,12% hingga 158,78% untuk pabrikan keramik China yang kooperatif dan 199,88% untuk perusahaan yang tak kooperatif. 

Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto mengatakan pengenaan tarif antidumping yang tinggi untuk impor keramik China tidak akan membuat harga produk di pasar domestik melonjak. 

"Sehingga penentuan harga jual keramik sepenuhnya lewat mekanisme pasar yakni dipengaruhi oleh yang namanya hukum penawaran dan permintaan," kata Edy dalam keterangn tertulis, dikutip Minggu (28/7/2024). 

Menurut Edy, BMAD merupakan instrumen yang akan menyelamatkan industri keramik nasional, sekaligus magnet investasi baru. Alhasil, konsumen akan memiliki banyak pilihan produk keramik yang lebih berkualitas dengan harga terjangkau dan wajar. 

Hal ini juga dibuktikan dengan antusiasme 2 investor yang membangun pabrik keramik baru di Indonesia yaitu PT Superior Porcelain Sukses dengan kapaitas produksi 21,6 juta meter persegi di Subang dan PT Rumah Keramik Indonesia dengan kapasitas total 20 juta meter persegi di Batang. 

Adapun total kapasitas baru 2 inveator tersebut sebesar 41,6 juta meter persegi dan telah menelan biaya investasi kurang lebih Rp3 triliun yang dapat menyerap tenaga kerja hingga 10.000 karyawan. 

"Kami sangat menyayangkan opini negatif yang cenderung misleading information seperti akan terjadi kekurangan supply keramik dan harga keramik pasca BMAD akan meningkat tajam oleh sekelompok importir," tuturnya. 

Edy menuturkan, hal tersebut semestinya tidak perlu dikhawatirkan karena justru akan memicu persaingan antar sesama produsen keramik lokal untuk produk Homogeneous Tiles (HT) yang tengah terpuruk lantaran tingkat utilitas di level 40%. 

Keterpurukan jenis keramik tersebut didorong persaingan harga dengan produk impor dari India dan Vietnam. 

"Daripada membuat bingung masyarakat dengan opini-opini yang salah, jika ada keberatan tentang BMAD ada jalurnya kok bisa layangkan keberatan ke WTO dan Asaki siap menghadapinya dengan data dan fakta," tuturnya. 

Sebelumnya, Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef, Andry Satrio Nugroho mengatakan berdasarkan pemantauan di lapangan, rata-rata harga keramik porselen B1a (daya serap air antara 0-0,5%) asal China dengan ukuran 60x60 sebesar Rp75.000-Rp80.000 per meter persegi. 

"Dengan adanya BMAD itu naiknya bisa sampai Rp150.000-Rp225.000 per meter persegi," kata Andry dalam diskusi publik Indef di Jakarta. 

Sementara itu, Andry menyebutkan bahwa harga keramik porselen yang diproduksi dalam negeri pun cukup setara di kisaran Rp75.000 hingga Rp90.000 per meter persegi. Artinya, jenis produk ini masih cukup bersaing dari sisi harga.

Urgensi BMAD Keramik China

Direktur PT Superior Porcelain Sukses Billy Law mengatakan pihaknya merealisasikan pembangunan pabrik selama setahun ke belakang didorong rencana penerapan antidumping terhadap produk keramik impor asal China. 

Penerapan BMAD oleh pemerintah RI merupakan antisipasi dari restriksi perdagangan yang saat ini terjadi. Tarif tinggi produk impor China juga dilakukan dan efektif di negara-negara lainnya seperti Amerika Serikat, Mexico, Uni Eropa, India dan Timur Tengah. 

"Pada saat mengurus perizinan kami diberi keyakinan bahwa pemerintah Indonesia pasti akan melindungi Industri Dalam Negeri dari serbuan impor untuk menciptakan iklim investasi yang baik di Indonesia," tuturnya. 

Selain itu, Direktur PT Rumah Keramik Indonesia Akiat menuturkan setelah satu dekade lebih menjadi importir keramik, pihaknya memutuskan untuk mendukung program subtitusi impor dan penggunaan produk dalam negeri dengan membangun pabrik di Batang sejak 2022. 

"Kami sangat yakin bahwa kami bersama produsen lokal lainnya sangat sanggup memenuhi kebutuhan nasional dengan produk yang lebih baik dan lebih bervariasi dibanding produk impor," tuturnya. 

Kedua pabrik tersebut akan beroperasi mulai kuartal III/2023 tahun ini. Transformasi kedua pabrik keramik baru yang semula merupakan importir dan trader ini menjadi angin segar yang akan meningkatkan produksi keramik HT hingga 250 juta meter persegi per tahun. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper