Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Mesin Resah Baja HRP Impor Kena BMAD, Daya Saing Terkikis

Industri logam dan mesin menilai kebijakan bea masuk antidumping (BMAD) produk baja HRP impor dari China, Singapura, dan Ukraina dapat mengikis daya saing.
Gulungan baja canai panas di area pendingin di Pusat Industri Ternium di Pesqueria, Nuevo Leon, Meksiko, Rabu, (9/10/2024)./Bloomberg-Mauricio Palos
Gulungan baja canai panas di area pendingin di Pusat Industri Ternium di Pesqueria, Nuevo Leon, Meksiko, Rabu, (9/10/2024)./Bloomberg-Mauricio Palos

Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Industri Pengerjaan Logam dan Mesin Indonesia (Gamma) tengah bimbang menghadapi kebijakan bea masuk antidumping (BMAD) terhadap produk baja hot rolled plate (HRP) impor dari China, Singapura, dan Ukraina. Hal ini dinilai dapat mengikis daya saing industri hilir pengerjaan logam dan alat pabrik. 

Adapun, kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 9/2025 tentang Pengenaan BMAD terhadap impor produk HRP dari China, Singapura, dan Ukraina yang telah berlaku sejak 20 Februari 2025 dan diterapkan 5 tahun ke depan.

Ketua Umum Gamma Dadang Asikin mengatakan, produk baja HRP merupakan bahan setengah jadi industri logam yang digunakan sebagai bahan baku pada industri hilir. Dia mengingatkan bahwa kebijakan BMAD ini akan mengancam produk jadi lantaran harga bahan baku yang meningkat. 

"Mungkin karena industri hilir logam orientasi ekspornya kurang besar dibandingkan industri logam di mana ekspornya juga cukup besar. Kalau industri hilir pengerjaan logam jangankan ekspor, membendung barang impor saja pemerintah masih belum tegas," kata Dadang kepada Bisnis, Senin (14/7/2025). 

Dalam aturan yang telah berlaku selama 5 bulan terakhir ini, produk baja HRP yang berasal dari China dikenakan tarif masuk ke Indonesia sebesar 10,47%. Produk serupa dari Singapura yang masuk ke RI dikenakan 12,50% dan produk asal Ukraina diterapkan tarif 12,33%. 

Dadang memahami bahwa bagi produsen baja HRP, penerapan BMAD ini merupakan bentuk pembatasan atas barang impor yang masuk ke pasar domestik. Pemberlakuan tarif tambahan tersebut ditujukan untuk membuat harga HRP nasional memiliki nilai jual yang lebih tinggi. 

"Namun demikian, perlu dipertimbangkan dampak domino dari kebijakan ini terhadap industri hilir, seperti industri pengerjaan logam dan peralatan pabrik. Kebijakan ini dapat menurunkan daya saing harga produk karena akan bersaing dengan produk peralatan pabrik dan mesin impor yang memiliki daya saing lebih kuat," ujarnya. 

Apalagi, barang impor produk jadi permesinan dan peralatan pabrik dari negara-negara produsen lainnya mendapat fasilitas pembebasan bea masuk melalui mekanisme master list.

Di satu sisi, Dadang memahami bahwa industri pengguna barang modal, termasuk industri manufaktur akan diuntungkan karena dapat memperoleh barang atau mesin yang dibutuhkan dengan harga lebih murah.

BMAD bermanfaat bagi produsen dalam negeri, khususnya produsen baja HRP lokal, yang tidak mampu bersaing dengan produk impor yang umumnya memiliki teknologi tinggi.

Kendati demikian, bagi industri hilir, kenaikan harga bahan baku HRP akibat BMAD menyebabkan penurunan daya saing produk mereka dibandingkan dengan produk impor sejenis, yang justru bebas masuk tanpa bea.

"Pengusaha di sektor pengerjaan mesin dan logam mempertanyakan tujuan penerapan BMAD secara keseluruhan. Mereka menilai kebijakan ini tidak memiliki arah yang jelas dan tidak mempertimbangkan dampaknya secara menyeluruh," tuturnya. 

Efektivitas dari kebijakan BMAD ini pun dipertanyakan sebab dinilai tidak memperhatikan dampak negatif terhadap industri hilir yang sangat membutuhkan bahan baku HRP untuk memproduksi peralatan dengan daya saing tinggi.

"Contohnya adalah industri peralatan ketel uap [boiler], yang sangat tergantung pada bahan baku HRP impor yang murah agar bisa bersaing dengan produk boiler impor yang tidak dikenakan BMAD," jelasnya. 

Tak hanya itu, menurut Dadang, penerapan BMAD ini akan berdampak ke industri peralatan pertanian, pertambangan, peralatan pabrik kelapa sawit, kilang minyak dan gas, dan lainnya yang disebut masih sangat bergantung pada pasokan plat baja dalam bentuk HRP.

"Tindakan pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap industri lokal melalui kebijakan seperti BMAD dan TKDN [tingkat komponen dalam negeri] justru bisa menjadi bumerang," imbuhnya. 

Dadang menilai alih-alih memperkuat industri dalam negeri, kebijakan BMAD produk HRP ini berpotensi mematikan industri manufaktur dan industri peralatan nasional yang masih memiliki ekosistem rantai pasok dan ketersediaan bahan baku yang sangat rapuh, baik dari segi material maupun proses produksi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper