Bisnis.com, JAKARTA — Amerika Serikat (AS) disebut tidak akan masuk dalam fase resesi, melainkan perlambatan ekonomi. Kondisi ini juga dapat mempengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia meski tidak signifikan.
Senior Economist DBS Bank Radhika Rao menyebut AS akan mengalami perlambatan ekonomi pada paruh kedua 2024. Rao memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS dapat mencapai 1% hingga 1,5% pada akhir tahun 2024.
Rao menyebut, jika pertumbuhan ekonomi AS melambat sebesar 1%, maka dampaknya ke penurunan kinerja pertumbuhan Indonesia adalah sekitar 15 hingga 20 basis poin.
"Dampak langsung AS saya rasa tidak akan signifikan terhadap pertumbuhan [ekonomi Indonesia]," kata Rao dalam media briefing di Jakarta, Selasa (6/8/2024).
Rao menuturkan, dengan asumsi tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia kemungkinan dapat turun ke kisaran 4,5% pada akhir 2024.
Di sisi lain, dia menyebut, China kini telah menjadi mitra utama Indonesia untuk perdagangan dan investasi, menggantikan posisi yang sebelumnya diisi oleh AS. Rao mengatakan, selain di Indonesia, tren ini telah terjadi selama beberapa tahun terakhir pada negara-negara di kawasan Asia lainnya.
Baca Juga
Menurutnya, potensi dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi AS terhadap Indonesia dapat dimitigasi selama China mencatat pertumbuhan ekonomi yang baik, serta pemulihan ekonomi yang sesuai rencana.
Sebelumnya, AS dinilai tidak berada dalam fase resesi meski realisasi data ketenagakerjaan non farm payrolls (NFP) Negeri Paman Sam menunjukkan realisasi dibawah konsensus pasar.
Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro dan Drewya Cinantyan menjelaskan dalam laporannya bahwa koreksi besar-besaran di pasar saham yang tengah terjadi dipicu oleh rilis data ketenagakerjaan NFP AS periode Juli 2024 yang di bawah ekspektasi.
Rilis tersebut melaporkan penambahan sebanyak 114.000 pekerjaan, dibawah perkiraan konsensus sebanyak 175.000 pekerjaan.
"Hal ini memunculkan persepsi bahwa Bank Sentral AS, The Fed, terlambat merespons potensi resesi. Sementara itu, pasar saat ini memprediksi pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin pada September mendatang," jelas Satria.
Namun, Satria menilai penambahan jumlah pekerjaan pada Juli 2024 tidak seburuk yang dipersepsikan pasar saat ini. Dia menuturkan, AS tidak mengalami resesi saat rilis data NFP menunjukkan penambahan dibawah 100.000 pekerjaan pada 2012, 2013, 2015, 2016, dan 2017.
Terpenting, resesi tidak terjadi di AS pada 2018—2019 lalu saat suku bunga acuan AS dinilai terlalu tinggi dan The Fed saat itu disebut terlalu hawkish.