Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menagih transparansi data terkait dengan 26.415 kontainer berisi barang impor yang diloloskan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Mei 2024 lalu.
Masuknya ribuan kontainer tersebut disinyalir menjadi biang kerok kinerja industri yang kian merosot seiring dengan keluarnya aturan relaksasi impor, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8/2024.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, informasi data terkait isi dari ribuan kontainer itu menjadi penting bagi pihaknya untuk memitigasi dampak terhadap industri dalam negeri.
Terlebih, optimisme industri yang tercerminkan dalam Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Juli 2024 terkontraksi menjadi 49,3 setelah 34 bulan bertahan di level ekspansi.
"Kemenperin membutuhkan data yang valid dan dapat diandalkan serta tersedia dengan cepat untuk mengantisipasi penurunan kinerja industri manufaktur dalam negeri saat ini," kata Febri dalam keterangan resminya, Selasa (6/8/2024).
Febri menyebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani belum transparan sehingga Kemenperin hingga saat ini tak bisa menyusun kebijakan atau langkah-langkah antisipatif dari serbuan kontainer barang impor tersebut.
Baca Juga
Padahal, pada 27 Juni lalu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita telah mengirimkan surat permohonan data muatan kontainer. Namun, Kemenperin baru menerima balasan resmi dari Dirjen Bea dan Cukai pada 2 Agustus lalu, meski surat balasan telah ditandatangani sejak 17 Juli.
Dalam surat balasan tersebut, Ditjen Bea dan Cukai menjelaskan bahwa isi dari 26.415 kontainer yang dikelompokkan berdasarkan Board Economic Category (BEC), yaitu sebanyak 21.166 kontainer berupa bahan baku dan penolong (80,13%), barang-barang konsumsi sebanyak 3.356 kontainer (12.7%), dan barang-barang modal sejumlah 1.893 kontainer (7,17%).
Lebih detail, juga disampaikan data 10 besar jenis barang/kontainer dari masing-masing kelompok tersebut dalam dokumen yang dilampirkan. Namun, Febri menilai data tersebut masih tidak masuk akal.
"Jika sebagian besar kontainer yang menumpuk berisi bahan baku/bahan penolong 80,13%, kami mempertanyakan urgensi penerbitan Permendag No. 8/2024 yang dimotori Menko Perekonomian dan Menkeu yang merelaksasi impor barang hilir/konsumsi, sedangkan kontainer dengan muatan barang hilir jumlahnya lebih kecil 12,7%," ujarnya.
Di sisi lain, pihaknya meminta Ditjen Bea dan Cukai memberikan informasi mengenai kapan dan di mana barang-barang yang dimusnahkan tersebut masuk dan dibongkar di pelabuhan, serta jumlah kontainer serta HS Code-nya, juga berita acara pemusnahannya.
Febri juga meliat masih ada kejanggalan dari informasi HS Code yang ada di Bea Cukai. Kemenperin meminta Ditjen Bea dan Cukai untuk memberikan data detail barang importasi HS Code 8 digit dari 26.415 kontainer yang telah diloloskan tersebut.
"Data importasi barang dengan HS Code 8 digit sangat diperlukan oleh Kemenperin karena apabila terdapat produk yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri, maka akan berpengaruh kepada industri dalam negeri. Inilah pentingnya pengendalian importasi khususnya untuk produk-produk yang termasuk HS bahan baku," terangnya.