Bisnis.com, JAKARTA- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang dipimpin Agus Gumiwang Kartasasmita mempertanyakan isi dari 26.000 kontainer yang menumpuk di pelabuhan Tanjung Priok, tanjung Perak, dan Belawan sejak aturan larangan dan pembatasan (lartas) impor berlaku per 10 Maret 2024 lalu.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief membantah penumpukan kontainer tersebut disebabkan lambatnya penerbitan teknis (Pertek) yang diterbitkan Kemenperin hingga membuat rantai pasok industri nasional terganggu.
"Apa isi kontainer? Saya sampaikan sampai sekarang kami belum tahu. Apakah itu isinya bahan baku atau produk hilir barang jadi? Yang lebih tahu itu sebenarnya kawan-kawan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai," kata Febri dalam konferensi pers, Senin (20/5/2024).
Bantahan tersebut ditujukkan setelah Kementerian Keuangan dan Kementerian Koodinator Bidang Perekonomian yang dipimpin Airlangga Hartarto, melepas barang impor yang tertahan sebanyak 17.304 kontainer di Pelabuhan Tanjung dan 9.111 di Pelabuhan Tanjung Perak.
Pelepasan kontainer dilakukan lantaran dinilai telah berdampak pada supply chain industri manufaktur dalam negeri. Alhasil, aturan lartas impor yang semula tertuang dalam Permendag 36/2023 direvisi menjadi Permendag 8/2024.
Namun, Febri meminta pembuktian isi dari kontainer yang menumpuk tersebut merupakan bahan baku/penolong industri atau barang jadi. Sebab, tujuan utama lartas impor yakni melindungi industri dalam negeri dari banjir barang impor ke pasar domestik.
Baca Juga
"Kami membantahnya karna tak ada industri yang lapor atau mengeluh pada kami sejak pemberlakuan lartas ini mereka kesulitan bahan baku. Sepertinya lancar-lancar aja tuh. Berarti bahan baku yang mereka impor selama ini gak numpuk di pelabuhan. Sebaiknya ditanyakan ke Bea Cukai, apa isi kontainer yang menumpuk di pelabuhan," terangnya.
Lebih lanjut, Febri menegaskan melalui aturan lartas impor ini pihaknya bertanggungjawab terhadap kelangsungan industri dalam negeri sehingga perlu dijaga dan dilindungi agar barang-barang hasil produksinya dapat terserap oleh pasar, khususnya di dalam negeri.
"Kami memiliki kepentingan agar ada pembatasan terhadap barang-barang impor yang serupa dengan barang-barang sejenis yang sudah diproduksi di dalam negeri," terangnya.
Febri juga menerangkan, barang-barang yang masuk dalam kategori lartas, wajib memiliki dokumen perizinan impor. Untuk mendapatkan perizinan impor tersebut, salah satunya adalah memiliki pertek yang diterbitkan oleh Kementerian Perindustrian.
"Dengan demikian, barang-barang impor yang masuk dalam kategori lartas dimaksud mestinya tidak bisa masuk ke daerah pabean sebelum memiliki dokumen perizinan impor, seperti penumpukan yang terjadi saat ini," tuturnya.