Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

China Tolak Usulan IMF soal Solusi Atasi Krisis Properti, Apa Itu?

IMF meminta pemerintah China untuk dapat segera mengguyurkan dukungan fiskal guna menyelamatkan pasar properti yang tak kunjung bergeliat.
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva/Reuters
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah China menolak usulan International Monetary Fund (IMF) untuk menggunakan dana pemerintah pusat guna menyelesaikan proyek perumahan yang terhambat pembangunannya di tengah krisis properti.

Melansir laporan Bloomberg, IMF meminta pemerintah China untuk dapat segera mengguyurkan dukungan fiskal guna menyelamatkan pasar properti yang tak kunjung bergeliat.

IMF memproyeksi, insentif fiskal yang perlu dikucurkan pemerintah China untuk merangsang pasar properti kembali bergeliat setidaknya bakal setara dengan 5,5% dari produk domestik bruto (PDB) China selama empat tahun, atau setidaknya bakal mencapai US$1 triliun.

Akan tetapi, Direktur Eksekutif IMF untuk Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Zhang Zhengxin, justru menolak usulan tersebut. Dia mengatakan, hal itu dikhawatirkan bakal memantik penyempitan fiskal negara.

"Tidaklah tepat bagi pemerintah pusat untuk secara langsung memberikan dukungan fiskal, karena hal ini dapat menimbulkan ekspektasi akan bail-out pemerintah di masa depan dan oleh karena itu menimbulkan bahaya moral," ujar Zhang dikutip, Minggu (4/7/2024).

Sejalan dengan hal itu, Ekonom China di Societe Generale SA, Michelle Lam, menyebut pernyataan Zhang cukup mengecewakan.

Michelle menilai pemerintah China seakan abai dengan perburukan situasi pasar properti yang saat ini tengah terjadi meskipun keputusan tersebut dinilai untuk menjaga stabilitas kepercayaan pasar.

Pasar Properti Lesu

Sebagaimana diketahui, properti menjadi salah satu sektor yang memiliki multiplier effect yang luas. Alhasil, seretnya penjualan properti di China menyebabkan ekonomi melambat selama dua tahun terakhir.

Di sisi lain, pemerintah enggan memberikan insentif fiskal pada sektor properti lantaran ingin melakukan shifting dan menjadikan sektor teknologi dan manufaktur sebagai mesin pertumbuhan ekonomi baru.

Meski demikian, pemerintah China tidak tinggal diam dengan kondisi sektor properti saat ini. Pada Mei 2024 lalu, China telah meluncurkan paket penyelamatan sektor properti sebesar 300 miliar yuan atau US$42 miliar.

Lewat dana itu, pemerintah China membeli sejumlah rumah yang telah selesai dibangun oleh pengembang dan menjualnya menjadi rumah subsidi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi pasok perumahan yang makin melebar.

Akan tetapi, Ekonom Senior RRT di Mizuho Securities Asia Ltd., Serena Zhou menjelaskan bahwa angka yang dikucurkan itu masih jauh dari cukup. Mizuho memproyeksi, setidaknya pemerintah China perlu mengguyur bantuan hingga 5 triliun yuan untuk mengatasi masalah tersebut.

"Pemerintah sangat tidak mungkin mengubah kebijakannya dalam semalam," kata Serena.

Insentif Pengembang

Selain mengusulkan pemerintah China untuk dapat memberikan insentif fiskal pada sektor perumahan, IMF juga sempat meminta pemerintah China untuk segera melikuidasi pengembang yang mengalami kebangkrutan.

Hal itu perlu dilakukan guna mengurangi risiko kontraksi yang jauh lebih besar dan berlarut-larut pada pasar investasi real estate.

Di samping itu, langkah tersebut juga dibutuhkan dalam rangka membangun kembali kepercayaan masyarakat dan meningkatkan konsumsi yang bakal berdampak positif pada pertumbuhan dan pendapatan fiskal dalam jangka menengah.

Secara terpisah, IMF juga sempat memperingatkan pemerintah China terkait risiko penurunan yang signifikan terhadap pendapatan negeri tirai bambu.

Dalam laporannya, IMF memproyeksikan PDB riil China pada 2029 dapat mencapai 5,4%, lebih rendah dalam skenario deflasi yang berkepanjangan.

Di mana, inflasi inti tetap berada di minus 0,1% selama lima tahun. Hal ini juga dapat menyebabkan pertumbuhan yang lebih lambat di antara mitra-mitra dagang RRT.

IMF juga meminta RRT untuk mengurangi penggunaan kebijakan-kebijakan industri yang ekstensif, yang katanya dapat menciptakan dampak perdagangan yang signifikan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper