Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan buruh yang tergabung dalam Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) kembali melayangkan ancaman mogok nasional jika Mahkamah Konstitusi (MK) tidak membatalkan UU No.6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU, khususnya klaster ketenagakerjaan.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, terdapat tujuh dari sembilan poin yang diharapkan para buruh untuk diperhatikan oleh MK. Diantaranya upah murah, outsourcing seumur hidup, karyawan kontrak tanpa batas waktu, PHK dipermudah, pesangon murah, tenaga kerja asing, dan pengaturan cuti.
“Sekali lagi, mogok nasional, kami lakukan bila mana hakim tidak memperhatikan 7 poin yang telah saya sebutkan tadi dalam undang-undang uji materi,” kata Said Iqbal di kawasan Patung Kuda Monas, Rabu (17/7/2024).
Adapun judicial review di MK merupakan upaya terakhir yang dilakukan kalangan buruh secara hukum. Jika pada akhirnya buruh tidak mendapat keadilan di MK, pihaknya akan melaksanakan aksi mogok besar-besaran.
Said menyampaikan, aksi mogok nasional atau setop produksi akan dilakukan setelah ada keputusan dari MK. Aksi akan melibatkan 5 juta buruh yang tersebar di 38 provinsi di Indonesia.
“Dua minggu setelah keputusan itu pasti mogok nasional. Kita akan siapkan 5 juta buruh,” tegasnya.
Baca Juga
Di sisi lain, Said mengharapkan agar pemerintahan mendatang dapat memberikan perhatian terhadap isu penolakan UU Cipta Kerja, utamanya klaster ketenagakerjaan.
Salah satunya, dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) yang khusus mengatur pelindungan petani dan mencabut klaster ketenagakerjaan.
“Yang pasti, kluster ketenagakerjaan, perlindungan petani dicabut melalui Perppu. Itu harapan yang kami minta,” ujarnya.
Dia optimistis, usulan tersebut dapat terealisasi di masa pemerintahan Prabowo, lantaran dalam beberapa kesempatan, Ketua Umum Partai Gerindra ini sempat menyatakan ketidaksetujuannya terhadap upah murah hingga outsourcing.
9 alasan para buruh melakukan judicial review ke MK:
1.Konsep Upah Minimum yang Kembali pada Upah Murah: Para buruh menilai, UU Cipta Kerja mengembalikan konsep upah minimum menjadi upah murah, yang mengancam kesejahteraan buruh dengan kenaikan upah yang kecil dan tidak mencukupi.
2. Outsourcing Tanpa Batasan Jenis Pekerjaan: Tidak ada batasan jenis pekerjaan yang boleh di-outsourcing, sehingga menghilangkan kepastian kerja bagi buruh. Ini dapat membuat negara sebagai agen outsourcing.
3. Kontrak yang Berulang-ulang: UU Cipta Kerja memungkinkan kontrak kerja berulang-ulang tanpa jaminan menjadi pekerja tetap, yang mengancam stabilitas kerja.
4. Pesangon yang Murah: Besaran pesangon yang diberikan hanya setengah dari aturan sebelumnya, merugikan buruh yang kehilangan pekerjaan.
5. PHK yang Dipermudah: Proses PHK menjadi lebih mudah, mengurangi kepastian kerja bagi buruh dan meningkatkan rentan mereka terhadap pemutusan hubungan kerja.
6. Pengaturan Jam Kerja yang Fleksibel: Jam kerja yang tidak menentu menyulitkan buruh untuk mengatur waktu antara pekerjaan dan kehidupan pribadi mereka.
7. Pengaturan Cuti: Tidak adanya kepastian upah selama cuti, terutama bagi buruh perempuan, menambah kerentanan dan diskriminasi di tempat kerja.
8. Tenaga Kerja Asing: Peningkatan jumlah tenaga kerja asing tanpa pengawasan ketat menimbulkan kekhawatiran di kalangan buruh lokal.
9. Hilangnya Sanksi Pidana: Penghapusan sanksi pidana bagi pelanggaran hak-hak buruh memberikan kelonggaran bagi pengusaha untuk melanggar tanpa konsekuensi hukum berat.