Bisnis.com, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) mencatat, sebanyak 3.800 buruh dari total 11.000 buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) di enam pabrik tekstil Jawa Tengah dan Jawa Barat belum mendapat pesangon.
KPSN mencatat, hingga Juni 2024 sebanyak enam pabrik telah berhenti beroperasi, menyebabkan ribuan pekerja di PHK.
Enam pabrik itu yakni PT S Dupantex di Jawa Barat dengan total pekerja yang di PHK sebanyak 700 pekerja, PT Alenatex sebanyak 700 pekerja, dan PT Kusumahadi Santosa 500 pekerja, PT Kusumaputra Santosa 400 pekerja. Kemudian, PT Pamor Spinning Mills sebanyak 700 orang, dan PT Sai Apparel di Jawa Tengah 8.000 orang. Kelima pabrikan ini berlokasi di Jawa Tengah.
“Masih ada sekitar 3.800-an yang belum jelas hak-hak pesangonnya,” kata Ristadi kepada Bisnis, Rabu (10/7/2024).
Menurutnya, terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor menjadi penyebab utama kolapsnya keenam pabrik tekstil tersebut. Pasalnya, aturan ini disebut telah membuat situasi arus impor menjadi lebih longgar, utamanya komoditas sandang, alas kaki, dan aksesori.
Selain itu, industri dalam negeri dihadapkan pada penurunan pesanan bahkan nihil lantaran pembeli mengalihkan pesanan ke pabrik dengan ongkos yang lebih murah.
Baca Juga
“Kelonggaran aturan ini dan illegal import inilah yang menjadi sebab utama pabrik-pabrik local oriented pada tutup dan efisiensi PHK,” ujarnya.
Menurut data KSPN, sejak 2019 terdapat 36 perusahaan tekstil garmen menengah besar yang berhenti beroperasi. Selain itu, sebanyak 31 perusahaan sudah memangkas jam kerja serta melakukan efisiensi dengan memutuskan hubungan kerja terhadap pekerjanya.
Jika diakumulasi, Ristadi menyebut total korban PHK telah mencapai 200.000 pekerja. Jumlah tersebut, belum semua dipublikasikan KSPN lantaran sejumlah perusahaan keberatan untuk dipublikasikan karena dapat mengganggu kepercayaan perbankan dan pembeli terhadap perusahaan.
Dia mengatakan, perusahaan tersebut khawatir hal ini nantinya makin menyulitkan kinerja perusahaan.
Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) membenarkan adanya penutupan pabrik tekstil di wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pihaknya bahkan sudah menerima informasi bahwa enam pabrik tekstil tersebut telah berhenti beroperasi dan menutup pabriknya.
Namun, Kemenaker menegaskan bahwa penutupan pabrik tersebut tidak semua disebabkan oleh kehadiran Permendag No. 8/2024.
“Tidak semua PHK [dan penutupan pabrik] di sektor tekstil disebabkan karena peraturan tersebut. Ada beberapa sebab lain,” kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemenaker Indah Anggoro Putri, Rabu (10/7/2024).
Indah menuturkan, PHK yang terjadi saat ini di antaranya disebabkan oleh efisiensi yang dilakukan perusahaan dan penutupan pabrik. Penutupan pabrik terjadi lantaran perusahaan kalah bersaing dengan produk impor yang lebih murah, pendapatan yang menurun karena pesanan, penjualan dan ekspor mengalami penurunan, serta sulitnya mendapat bahan baku karena krisis global dan regional.
Selain itu, Indah menyampaikan bahwa teknologi dan media sosial saat ini telah berpengaruh terhadap cara penjualan dan pembelian. Dampak pandemi Covid-19 yang belum teratasi pemulihannya, juga menjadi pemicu tutupnya sejumlah pabrik tekstil di Tanah Air.
Adapun mengenai hak-hak pekerja yang di PHK dari keenam pabrik tersebut, Indah menyebut bahwa umumnya perusahaan telah memenuhi hak-hak pekerja yang terdampak.
“Namun, ada beberapa kasus yang memang masih ditangani Dinas Ketenagakerjaan setempat,” pungkasnya.