Bisnis.com, JAKARTA- Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menilai rencana penerapan hambatan impor melalui kenaikan tarif bea masuk, tak sepenuhnya menyelesaikan polemik banjir impor tekstil dan produk tekstil (TPT). Kebijakan itu tetap mandul selama mafia impor bisa bermain meloloskan produk ilegal murah.
Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan niat pemerintah untuk menerapkan Bea Masuk Antidumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) memang dapat menghambat laju impor.
"Akan sedikit lebih baik. Tetapi itu bukan obat yang sebenarnya. Obat yang benerannya ya perbaikan Bea Cukai," kata Redma saat ditemui Bisnis, dikutip Rabu (3/7/2024).
Tarif maksimal bea masuk hingga 200% yang dicanangkan pemerintah memang dinilai berdampak signifikan untuk industri hulu. Sebab, kondisi tekstil hulu di China pun tengah mengalami oversupply sehingga pasar domestik harus dijaga.
Terlebih, dia meyakini eksportir China akan semakin enggan untuk menjual bahan baku tekstil secara borongan ke Indonesia karena tidak akan ada profit keuntungan yang didapatkan.
"Begitu kena BMAD/BMTP, dia pasti lebih mahal. Kalau lebih mahal pun, dia tetap akan susah untuk pakai borongan karena nanti jual ke produsen kan harus pakai PPN dan gak untung," ujarnya.
Baca Juga
Sementara itu, BMTP untuk industri hilir dinilai tak ampuh apabila celah masuk impor TPT masih terbuka dan tidak ada pemberantasan menyeluruh.
Redma mencontohkan, safeguard garmen yang masih berlaku hingga Oktober mendatang seolah tak sanggup menutup seluruh celah impor, terlebih untuk produk ilegal.
Adapun, tambahan biaya yang dimaksud berlaku Rp19.000 - Rp60.000 per potong. Tetapi, menengok yang terjadi di pasar saat ini, produk garmen dengan harga murah masih banjir, salah satunya kerudung yang banyak ditemukan dengan harga Rp15.000 per potong.
Dalam hal ini dia menyoroti peran Direktorat Jenderal Bea Cukai yang disebut sebagai dalang dari mafia impor. Mafia impor dijelaskannya sebagai sekumpulan stakeholder terkait aktivitas importasi mulai dari pihak pemberi izin, pengawas, termasuk jasa pengiriman logistik yang ikut bermain di dalamnya.
"Dan itu nggak ada yang bisa beresin selain Pak Presiden Jokowi karena yang terlibat banyak, terlibat banyak sekali," tuturnya.