Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPPU Sebut Penyaluran Susbidi Gas LPG 3 Kg Tidak Tepat Sasaran

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyoroti penyaluran subsidi LPG 3 kilogram tidak tepat sasaran.
Pekerja menyusun tabung Liquified Petroleum Gas (LPG) di Jakarta, Senin (20/6/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Pekerja menyusun tabung Liquified Petroleum Gas (LPG) di Jakarta, Senin (20/6/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) membeberkan bahwa subsidi LPG 3 kg tidak tepat sasaran, sehingga percepatan program jaringan gas (jargas) di masyarakat dianggap mendesak.

Ketua KPPU, Fanshurullah Asa, menekankan, program jargas bisa menjadi solusi untuk mengurangi subsidi gas LPG 3 kilogram yang selama ini tidak tepat sasaran.

Dia menyebut selama 2019-2024 ini total penggunaan APBN untuk LPG 3 kilogram mencapai sekitar Rp460,8 triliun. Dari jumlah subsidi tersebut, sebanyak 75% atau sekitar Rp370 triliun digunakan untuk mengimpor gas.

Tingkat konsumsi LPG 3 kilogram terus meningkat dari 6,8 juta ton pada 2019 menjadi 8,07 juta ton pada 2023 atau tumbuh 3,3%. Begitu pun, biaya subsidi gas LPG 3 kilogram rata-rata tumbuh 16% selama lima tahun terkahir dari Rp54,1 triliun pada 2019 membengkak jadi Rp117,8 triliun pada 2023.

"Selama 5 tahun terakhir 2019-2024 ini total penggunaan APBN untuk LPG 3 Kg itu Rp460 triliun, itu baru dari sisi subsidi. Menurut kami, penetapan HET oleh gubernur, walikota di berbagai daerah hampir mayoritas tidak terjadi, artinya tidak tepat sasaran," ujar Fanshurullah di kantor KPPU, Rabu (3/7/2024).

Sementara itu, realisasi program jargas juga diakuinya masih jauh dari target. Pemerintah menargetkan 4 juta sambungan gas dalam lima tahun terakhir, tapi realisasinya hanya sekitar 820.000 sambungan.

Padahal, menurutnya apabila 50% total subsidi LPG 3 Kg selama periode lima tahun itu dapat dibangun hingga 23 juta sambungan gas. Fanshurullah pun menegaskan mesti ada kebijakan yang konsisten agar masyarakat bisa menggunakan jargas.

"Karena dengan jargas kita tidak perlu impor gasnya, pakai gas bumi banyak," tuturnya.

Oleh karena itu, kata dia, untuk mempercepat implementasi jargas diperlukan regulasi yang mendukung keterlibatan pelaku usaha dalam pemasangan jargas. Dengan begitu, pasar menjadi lebih kompetitif. Musababnya, selama ini pemasangan jargas hanya dilakoni oleh Pertamina Gas Negara (PGN).

"Membuka regulasi kepada pelaku usaha lainnya, jangan dimonopoli hanya BUMN tertentu tapi bukalah ke BUMD dan swasta," ucapnya.

Selain itu, Fanshurullah juga mengusulkan agar harga gas untuk jargas bisa ditetapkan lebih rendah yaitu di bawah US$4,7 per MMBTU. Dengan harga gas yang murah di hulu diklaim dapat menciptakan harga yang wajar di kalangan pengusaha. Sementara harga jargas di masyarakat, kata dia, sebaiknya diterapkan berdasarkan rekomendasi dari BPH Migas.

"Untuk di industri dikasih US$4,7, tapi jargas dikasih US$7, mestinya kasih dong kepada jargas harga di hulu di bawah US$4,7 per MMBTU," ucapnya.

Berdasarkan catatan Bisnis.com, Minggu (23/6/2024), Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati meminta insentif harga gas khusus untuk membantu keekonomian proyek jaringan gas (jargas) rumah tangga selepas absennya pembiayaan APBN untuk program infrastruktur tersebut.

Nicke mengatakan PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) atau PGN masih menggunakan asumsi harga gas di pasar untuk membangun ratusan sambungan rumah tangga baru tahun ini. Padahal tahun lalu, pemerintah telah berjanji memberikan harga gas khusus dari hulu untuk program jargas di level 4,72 per MMBtu.

“Kita perlu dukungan dari pemerintah agar pembangunan jargas ini masuk keekonomian, kalau sekarang tidak masuk karena ini harganya bukan harga gas khusus, ini sama dengan harga gas yang biasa,” kata Nicke saat acara Gathering Pemimpin Redaksi Media di Bali, Sabtu (22/6/2024).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Rachmawati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper