Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Badai PHK di Industri Tekstil, Apindo Bongkar Penyebabnya

Apindo bicara soal pemicu badai PHK yang terjadi di industri tekstil belakangan ini.
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). / Bisnis - Rachman
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). / Bisnis - Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) ungkap sederet persoalan yang memicu terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) belakangan ini.

Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani menyampaikan, sebagai industri padat karya, sektor ini memiliki struktur biaya usaha yang akan semakin mahal dan beban usaha yang semakin besar, mencapai sekitar 30% dari total opex (biaya operasional), yang tidak bisa dikompensasi penuh oleh insentif-insentif pajak industri padat karya.

“Secara struktur bisnis, industri TPT by default akan semakin terbebani dengan biaya usahanya hingga terdesak melakukan PHK, ketika demand pasarnya tidak cukup suportif untuk mengkompensasi kenaikan beban tersebut, atau ketika kenaikan upah minimum jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pasarnya,” jelas Shinta, Kamis (27/6/2024).

Oleh karena itu, lanjutnya, sejak 10 tahun terakhir terjadi pergeseran lokasi usaha industri TPT dari daerah pusat industri besar ke pusat industri baru dengan upah minimum yang relatif terjangkau.

Alasan lainnya, yaitu permintaan pasar industri TPT yang tengah bermasalah. Shinta menuturkan, permintaan untuk industri skala besar dan berorientasi ekspor tengah terganggu akibat perlambatan pertumbuhan permintaan ekspor global, khususnya negara tujuan ekspor besar seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Sebab, kondisi ini telah membuat standar pasar ekspor semakin tinggi lantaran adanya kebijakan keberlanjutan di negara tujuan ekspor. Selain itu, tidak adanya perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) turut menggerus market share di pasar tujuan ekspor.

Sementara itu, untuk industri TPT skala kecil-menengah dan umumnya berorientasi pasar domestik, permintaannya tergerus oleh impor-impor TPT ilegal dan dumping dari negara lain.

Hal ini kata Shinta, membuat industri TPT tidak dapat memiliki kinerja usaha yang cukup kuat untuk mempertahankan pekerja dalam jumlah besar selama isu-isu tersebut belum bisa diatasi, atau setidaknya mengurangi beban melalui peningkatan efisiensi beban usaha industri TPT dari sisi beban usaha lain.

Di sisi lain, untuk mencegah pemangkasan pekerja, Shinta menyebut bahwa perusahaan TPT telah berupaya semaksimal mungkin untuk menekan jumlah PHK. Mulai dari komunikasi bipartit dengan pekerja hingga advokasi kepada pemerintah untuk menciptakan kebijakan dan mekanisme perlindungan, serta insentif untuk industri padat karya agar beban-beban industri TPT dapat lebih dirasionalisasi untuk tetap mempertahankan pekerjanya.

Bahkan, lanjutnya, banyak perusahaan TPT yang hanya melepas pekerja-pekerja kontrak ketika masa kontraknya telah berakhir, guna mengantisipasi PHK terhadap karyawan tetap di saat permintaan pasar menurun.

“Bahkan untuk karyawan yang terpaksa di PHK pun kami melihat ada perusahaan TPT yang masih mengupayakan kesejahteraan karyawannya yang dilepaskan,” ujarnya.

Menurut data Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), PHK buruh tekstil di Bandung dan Solo mencapai 7.200 tenaga kerja sepanjang 2023. Sementara, total PHK mencapai 10.800 pekerja hingga Mei 2024.

Adapun, jumlah PHK tekstil pada kuartal I/2024 mencapai 3.600 pekerja atau meningkat 66,67% dibanding periode yang sama tahun lalu.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper