Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut bahwa pihaknya sangat selektif dalam memberikan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) kepada ormas keagamaan.
Adapun, badan usaha yang dimiliki ormas keagamaan bakal mendapatkan prioritas penawaran WIUPK bekas perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) sesuai aturan yang tertuang dalam pasal 83 A ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Bahlil mencontohkan, seperti Nahdlatul Ulama (NU) yang saat ini proses penerbitan IUP-nya masih berjalan. Bahlil menyebut sebelum dikeluarkannya IUP tersebut, NU perlu membuat perusahaan terlebih dahulu dengan persyaratan yang tidak mudah.
“Yang kita kasih ini ke perusahaannya. Contoh NU. NU itu membuat PT, PT yang dibuat oleh NU itulah IUP-nya kita kasih ke mereka dan ini sangat selektif, tidak gampang,” kata Bahlil dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Selasa (11/6/2024).
Bahlil menyampaikan, sebelum memberikan IUP kepada ormas keagamaan pihaknya melihat bagaimana badan usaha yang didirikan oleh ormas tersebut sudah layak atau belum.
“Jadi kalau kami berpandangan Pak, selama ini kita lakukan sesuai dengan kaedah norma dan mereka jaga lingkungan, jaga pajak, bayar pajak, kenapa enggak?” katanya.
Baca Juga
Bahlil menyebut, saat ini ormas keagamaan sudah tidak seperti dulu di mana saat ini banyak kader ormas keagamaan yang memiliki kompetensi, bahkan menjadi pengusaha-pengusaha besar.
Terkait dengan kemampuan untuk melakukan penambangan, Bahlil menuturkan bahwa hal tersebut dapat dipelajari, salah satunya dengan bekerja sama dengan kontraktor kerja.
“Yang penting di situlah kehadiran pemerintah untuk mendampingi mereka dalam rangka mencari partner yang baik, yang tidak dimanfaatkan, tetapi bisa melakukan sharing profit yang baik,” ujarnya.
Lebih lanjut, untuk tujuan diprioritaskannya pemberian IUP bagi ormas keagamaan, Bahlil menjelaskan bahwa tujuannya agar ormas keagamaan dapat menghasilkan uang secara mandiri.
“Agar organisasi kemasyarakatan ini bisa mendapatkan dana yang independen, halal, dan mandiri untuk bisa membiayai program-program mereka tentang pendidikan, kesehatan, sosial, dan lain-lain,” ucap Bahlil.
Adapun, pernyataan Bahlil tersebut menanggapi pertanyaan Anggota Komisi VI DPR Fraksi PDI Perjuangan Deddy Sitorus yang mempertanyakan alasan pemberian IUP diprioritaskan untuk ormas keagamaan.
Deddy menyampaikan bahwa dirinya sepakat dengan beberapa ormas keagamaan seperti Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Perseketuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) yang menolak pemberian IUP tersebut.
“Karena sebenernya untuk ormas keagamaan yang ngurusin jalan ke surga itu mereka lebih penting bagaimana bisa dapat izin bangun rumah ibadah daripada dapat konsesi tambang karena itu persoalan mendasar bagi kita,” ujarnya.
Seperti yang diberitakan sebelummya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi menerbitkan beleid yang mengatur soal pemberian wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) kepada badan usaha yang dimiliki organisasi kemasyarakatan atau ormas keagamaan.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan,” bunyi pasal 83 A beleid itu, dikutip Jumat (31/5/2024).
Adapun, WIUPK yang dimaksud merupakan wilayah eks perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B).
Lewat beleid setingkat PP itu, Jokowi juga mengamanatkan kepemilikan saham ormas pada badan usaha tambang tersebut mesti mayoritas dan menjadi pengendali.
Selain itu, badan usaha yang dikendalikan ormas untuk pengelolaan WIUPK nantinya tidak boleh bekerjasama dengan pemegang PKP2B sebelumnya atau afiliasi bisnis terkait.
“Kepemilikan saham organisasi kemasyarakat keagamaan dalam badan usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali,” tuturnya.