Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DPR Soroti Tax Ratio Era Jokowi Lebih Rendah Dibandingkan SBY

DPR menyoroti capaian rasio perpajakan atau tax ratiodi era dua periode Jokowi vs Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers sebelum berangkat ke Australia dalam rangka menghadiri KTT ASEAN-Australia di Base Ops Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin (4/3/2024). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers sebelum berangkat ke Australia dalam rangka menghadiri KTT ASEAN-Australia di Base Ops Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin (4/3/2024). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyoroti capaian rasio perpajakan atau tax ratio di era dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi yang cenderung menurun bahkan stagnan dibandingkan dengan masa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

Anggota komisi XI DPR dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Primus Yustisio menuturkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) hanya memamerkan keberhasilan penerimaan negara yang melampaui target, namun tidak dengan tax ratio. 

Tax ratio, merujuk paparan DJP, cenderung stagnan di level 10% sepanjang pemerintahan Jokowi dari 2014-2024. 

“Kalau dibandingkan 10 tahun, pemerintahan Pak Jokowi dibandingkan SBY, apple to apple, itu banyak menurun, tax ratio di pemerintah ini [jadi yang] terendah di pemerintahan SBY,” singgung Primus dalam rapat tersebut, Senin (10/6/2024). 

Primus melihat potensi pajak dari kegiatan digital, layak untuk DJP dorong penerimaannya dari kantong tersebut.  

Hingga April 2024, DJP baru mencatat adanya 172 pelaku Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 

Hingga 30 April 2024, negara mengantongi Rp24,12 triliun dari sektor usaha ekonomi digital. Jumlah tersebut berasal dari pemungutan PPN PMSE sebesar Rp19,5 triliun, pajak kripto sebesar Rp 689,84 miliar, pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp2,03 triliun, dan pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp1,91 triliun. 

Pernyataan dari Primus pun berdasar. Sebelumnnya Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM UI) mengungkapkan tax ratio terhadap produk domestik bruto (PDB) pada era pertama (2004-2009) pemerintahan SBY, tax ratio mampu tercapai rata-rata 11,56%.  

Kemudian pada era kedua (2009-2014), rata-rata tax ratio turun dari periode sebelumnya ke angka 11,04%.

Tren penurunan tersebut nyatanya berlanjut kala Joko Widodo (Jokowi) memimpin. Pada Kabinet Kerja (2014-2019), rasio tersebut turun menjadi 10,2%, tetapi meningkat tipis pada periode kedua Jokowi menjadi 10,3%.  

Terakhir pada 2023, rasio pajak Indonesia tercatat sebesar 10,2% atau lebih rendah dari capaian 2022 yang sebesar 10,39%. 

Berikut perbandingan rasio pajak Indonesia di era SBY vs Jokowi 

Rasio Pajak dari PDB 2004-2022
Tahun  Capaian Rasio Pajak Era SBY Tahun Capaian Rasio Pajak Era Jokowi
2004 12,22% 2014 10,85%
2005 12,51% 2015 10,76%
2006 12,25% 2016 10,36%
2007 12,43% 2017 9,89%
2008 13,31% 2016 10,24%
2009 11,06% 2019 9,76%
2010 10,54% 2020 8,33%
2011

11,16%

2021 9,12%
2012 11,38% 2022 10,39%
2013 11,29%

Sumber: Kemenkeu, diolah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper