Bisnis.com, JAKARTA – Provinsi Bali akan segera memiliki moda transportasi berjenis light rail transit (LRT) seiring dengan rampungnya proses studi kelayakan (feasibility study) proyek ini.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Risal Wasal, mengatakan, LRT Bali tahap 1A rencananya akan memiliki lintasan sepanjang 6,04 kilometer. Jalur LRT rencananya akan membentang dari Bandara I Gusti Ngurah Rai ke kawasan Sunset Road.
Pada tahap awal ini, LRT Bali akan memililki 5 stasiun pemberhentian, yakni Bandara Ngurah Rai, Kuta, Pura Desa Adat, Central Park, dan Sunset Road. Arif mengatakan, nilai investasi proyek ini kurang lebih sekitar US$876 juta atau setara dengan Rp14,2 triliun.
“Rencananya jalur LRT Bali akan dibangun di bawah tanah atau underground,” kata Risal saat dihubungi, Jumat (7/6/2024).
Risal menuturkan, opsi membangun LRT di bawah tanah diambil salah satunya dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan yang dilalui trase atau jalur moda ini.
Dia menjelaskan, jalur yang akan dilintasi LRT Bali merupakan kawasan padat penduduk yang dapat memicu beberapa kendala jika dibangun sejajar permukaan tanah (at grade) atau dengan lintasan layang (elevated).
Baca Juga
Setelah studi kelayakan rampung, proyek LRT Bali masih perlu melakukan studi perencanaan selanjutnya yaitu Basic Engineering Design (BED) dan Detailed Engineering Design (DED).
Kemudian, proyek ini juga harus melakukan penyusunan analisis dampak lingkungan (Amdal) dan Land Acquisition and Resettlement Action Plan (LARAP), serta penyiapan pendanaan sebelum pembangunan dapat dimulai.
Adapun, Risal tidak dapat memperinci target peletakan batu pertama (groundbreaking) proyek ini. Dia menuturkan, target ini amat bergantung pada kesiapan Pemprov Bali dalam menyelesaikan perencanaan, termasuk lelang atau tender proyek tersebut.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi blak-blakan soal tindak lanjut rencana pembangunan LRT Bali.
Dia menyebut, pemerintah provinsi (Pemprov) dan pemerintah daerah (Pemda) Bali bakal menjadi pemegang saham mayoritas proyek LRT Bali sebesar 51%, sedangkan pemerintah pusat menjadi pemegang saham minoritas dengan besaran 49%.
Menurutnya, pemerintah Bali telah menyepakati besaran kepemilikan saham pada proyek LRT Bali tersebut.
"Jadi baik capital expenditure (capex) maupun operasional expenditure (opex), Pak Gubernur Bali dan Pak Bupati Badung sudah bersedia menjadi penyangga mendanai capex," kata Budi.
Adapun, untuk skema pendanaan, Budi menuturkan, dapat dilakukan dengan berbagai operasi, termasuk Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Menurutnya, Korea Selatan sebelumnya telah menyatakan kesiapannya untuk membangun proyek LRT Bali itu.