Bisnis.com, JAKARTA - Upaya pemerintah membantu pekerja swasta dan mandiri mendapatkan hunian melalui program Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera memicu penolakan, termasuk di kalangan pengemudi ojek online (Ojol).
Melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.25/2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewajibkan aparatur sipil negara (ASN), pekerja swasta dan mandiri dengan penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum menjadi peserta Tapera.
Besaran iuran yang dipungut yakni sebesar 3% dari gaji atau upah untuk peserta pekerja, dengan rincian iuran yang ditanggung pekerja sebesar 2,5% sedangkan iuran yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5%. Sementara, pekerja mandiri menanggung sendiri iuran Tapera tersebut yaitu sebesar 3% dan menyetor secara mandiri ke dalam rekening dana Tapera.
Adapun, kebijakan Tapera untuk pekerja swasta dan pekerja mandiri bakal berlaku mulai 2027.
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (Spai) Lily Pujiati dengan tegas menolak program tersebut. Menurutnya, program Tapera dapat mengurangi penghasilan para pengemudi ojol lantaran terlalu banyak potongan dan penghasilan yang tidak menentu.
Selama ini, kata dia, pengemudi online sudah terbebani dengan potongan aplikator sebesar 30% hingga 70%. Pihaknya juga harus menanggung potongan lainnya seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan lantaran aplikator tidak menanggung iuran dengan dalih status kemitraan.
Baca Juga
Belum lagi kondisi ekonomi saat ini yang dinilai cukup memberatkan masyarakat, termasuk pengemudi angkutan online.
Asal tahu saja, iuran BPJS Kesehatan bagi peserta mandiri pada 2024 terdiri dari beberapa model pungutan. Untuk kelas III, peserta membayar sebesar Rp35.000 per orang dalam kartu keluarga setiap bulan lantaran telah mendapat subsidi dari pemerintah sebesar Rp7.000. Untuk kelas II, besaran iuran yakni Rp100.000, sedangkan iuran BPJS Kesehatan kelas I dipatok Rp150.000 per orang dalam kartu keluarga.
Kemudian, merujuk PP No.44/2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), pekerja bukan penerima upah harus membayar iuran dari tiga program yang didaftar pada BPJS Ketenagakerjaan yakni Jaminan Hari Tua (JHT), JKK, dan JKM.
Besaran iuran JKK yang harus dibayar peserta yakni 1% dari penghasilan, JKM sekitar Rp6.800 per bulan, dan JHT adalah 2% dari penghasilan.
“Sepertinya pemerintah sengaja membuat rakyat kecil menjadi sengsara,” kata Lily kepada Bisnis, Senin (3/6/2024).
Dia mengatakan, pemerintah selama ini tidak pernah hadir memberikan perlindungan dan kesejahteraan untuk pengemudi ojek online maupun taksi online. Dengan adanya kewajiban menjadi peserta Tapera bagi pekerja dengan penghasilan minimal upah minimum, dia menyebut program tersebut dagelan politik yang tidak jelas.
Penolakan juga diserukan oleh Ketua Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia, Igun Wicaksono. Program Tapera dinilai kian membebani para pekerja ojek online mengingat pihaknya sendiri harus dihadapkan dengan banyaknya potongan penghasilan yang tidak menentu.
“Akhirnya pekerja kecil seperti ojol harus dibebani oleh pemerintah, jadi kami menolak keras,” tegasnya.
Pendapatan Ojol
Regulasi yang merupakan turunan dari Undang-undang No.4/2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat nyatanya belum disosialisasikan ke kalangan pekerja pengemudi online.
Igun mengatakan, pemerintah belum pernah sedikit pun berkomunikasi mengenai kebijakan ini dan menyebut bahwa pihaknya tidak membutuhkan pemahaman mengenai program tersebut.
“Bagi kami, penolakan potongan wajib Tapera adalah harga mati tanpa ada tawaran solusi lain, kami ojol menolak,” tegasnya.