Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan modal asing kabur dari pasar keuangan RI hingga rupiah anjlok akibat data inflasi di Amerika Serikat tak kunjung melanda sehingga ruang penurunan suku bunga Federal Reserve (The Fed) cenderung tertahan.
“Waktu The Fed indikasikan inflasi belum cukup jinak, [pasar] diinteprestasikan penurunan suku bunga [FFR] menjadi tertahan. Ini kemudian menimbulkan reaksi yang sangat besar terhadap nilai tukar, capital flow, dan dari sisi yield surat berharga kita,” katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (27/5/2024).
Sri Mulyani menyampaikan nilai tukar rupiah saat ini berada pada level Rp16.024 per dolar AS, kembali menguat jika dibandingkan dengan posisi pada April lalu yang sempat mencapai level di atas Rp16.200 per dolar AS.
Secara year-to-date (ytd), nilai tukar rupiah mencatatkan depresiasi sebesar 3,94%. Sri Mulyani mengatakan bahwa tingkat depresiasi ini lebih baik jika dibandingkan dengan negara lain, misalnya peso Filipina yang terdepresiasi 4,81%. Ringgit Malaysia dan yuan China mencatatkan depresiasi yang lebih rendah, masing-masing sebesar 2,1% dan 1,99%.
Pasar Surat Berharga Negara (SBN), kata Sri Mulyani, telah mencatatkan outflow sebesar Rp13,56 triliun pada bulan ini atau secara month-to-date (mtd), meski secara year-to-date (ytd) masih mencatatkan outflow sebesar Rp38,26 triliun.
“Dari sisi yield Indonesia bond kita relatif bisa menjaga, setelah mengalami kenaikan di atas 7%, sekarang sudah dibawah 7%, di 6,8%, sedangkan Fed Funds Rate masih steady di 5,5%,” jelas Sri Mulyani.
Baca Juga
Dia menyampaikan, tingkat imbal hasil SBN baik dalam rupiah maupun dolar AS yang masih terjaga mengindikasikan bahwa kepercayaan investor terhadap SBN dan prospek perekonomian Indonesia masih sangat baik.
“Ini memang karena image dan track record Indonesia sudah cukup dikenal sehingga mereka tidak mudah mengubah sentimennya, ini hal yang bagus dan positif yang harus kita jaga,” tutur Sri Mulyani.