Bisnis.com, JAKARTA- Pasangkayu, sebuah kabupaten paling utara Provinsi Sulawesi Barat, kini bergeliat seiring dengan ekspansi sawit di wilayah tersebut.
Bahkan, di depan kantor bupati berdiri tegak sebuah tugu. Berbentuk bulat seperti bola dunia. Di sekelilingnya ada seperti daun kelapa. Sawit memang memainkan peran besar bagi roda pertumbuhan di Pasangkayu, yang membedakan suasana dulu dan sekarang.
Kini, hiruk pikuk aktivitas warganya terasa begitu bergeliat di sepanjang jalan utama jalur dua Kabupaten Pasangkayu. Hotel, rumah makan, minimarket, bank, cafe, barbershop, cucian mobil serta warung laundry sudah sangat menjamur di setiap sudut Pasangkayu.
"Dulu cari wartel [warung telekomunikasi] saja sangat susah, kalau sekarang kami duduk santai di mana saja bisa sambil angkat telepon, infrastruktur dan jaringannya sudah terbangun disini," ungkap Yaumil Ambo Djiwa, Bupati Pasangkayu, dikutip dari siaran pers, Minggu (12/5/2024).
Yaumil mengenang perjuangannya saat pemekaran Kabupaten yang dulunya masih tergabung dalam Kabupaten Mamuju. Bersama adiknya, Agus Ambo Djiwa, Mantan Bupati Pasangkayu dan beberapa tokoh lainnya, dia berjuang membentuk pemekaran wilayah dari satu Kecamatan bernama Pasangkayu menjadi sebuah Kabupaten.
Pernyataan ini diamini Saifuddin Baso, Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pasangkayu. "Lonjakan populasi di Pasangkayu cukup tinggi sejak pemekaran daerah di tahun 2003, semula hanya berkisar 90 ribu penduduk menjadi lebih dari 200 ribu penduduk saat ini," katanya.
Baca Juga
Menurutnya, taraf ekonomi masyarakat dan perkembangan wilayah Kabupaten Pasangkayu meningkat sangat drastis. Saat pertama kali terpilih duduk di kursi Dewan pada tahun 2004, Saifuddin Baso turut serta merumuskan pemekaran wilayah yang semula hanya 4 Kecamatan, menjadi 12 Kecamatan dengan 4 Kelurahan dan 59 Desa.
Dia juga menyebutkan hasil data statistik pendapatan perkapita masyarakat, dari semula sekitar 20 jutaan per tahun, menjadi 58 juta per tahun pada saat ini.
Anggota Dewan yang juga merupakan salah satu tokoh terbentuknya kabupaten ini menambahkan, bahwa pemekaran kabupaten Pasangkayu yang sebelumnya dikategorikan sebagai daerah tertinggal menjadi daerah dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tertinggi di Sulawesi Barat, jelas tidak terlepas dari kontribusi industri kelapa sawit yang menjadi mata pencaharian utama bagi masyarakat setempat.
Sebagaimana dipublikasikan di laman Pemprov Sulbar, Pertumbuhan ekonomi Sulbar di tahun 2023 44,7% dari sektor pertanian kehutanan dan perikanan. Sedangkan dilihat dari sisi Dana Bagi Hasil (DBH) pajak, Kabupaten Pasangkayu menjadi kabupaten penerima DBH tertinggi.
“Faktor utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi yakni adanya peningkatan kinerja sektor kelapa sawit yakni CPO dan turunannya yang juga mendorong bergeliatnya lapangan usaha sektor pertanian.” Jelas Pj. Gubernur Sulbar, Prof. Zudan Arif Fakrullah.
Kendati begitu, sangat disayangkan pergeseran zaman dan perkembangan teknologi yang menghantam stabilitas industri kelapa sawit. Ada polemik yang mencuat di masyarakat.
Salah satu yang menjadi sorotan bagi Syaifudin Baso adalah terkait konflik lahan antara anak perusahaan Astra Agro dan masyarakat setempat yang mayoritas merupakan pendatang. Dia sangat prihatin dan menyayangkan kesan adanya benturan antara perusahaan dan masyarakat.
Menurutnya, perusahaan yang masuk di Pasangkayu telah melalui berbagai prosedur yang diatur oleh hukum dan perundangan-undangan di Republik Indonesia. Karena itu, perusahaan jelas mengantongi izin secara legal dan diakui oleh negara melaksanakan proses bisnisnya.
Saifuddin Baso membeberkan dua langkah solutif yang dapat dilakukan pada sengketa ini, di antaranya mediasi dan jalur hukum. Menurutnya, pendekatan persuasif kepada masyarakat perlu dilakukan untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan.
Namun, jika musyawarah tidak dapat menemukan jalan keluar, diperlukan pihak berwajib untuk menegakkan hukum didukung dengan bukti, data dan fakta sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang berlaku.