Bisnis.com, JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2024 tumbuh menguat sebesar 5,11% secara tahunan (year-on-year/yoy). Namun, pertumbuhan ekonomi diperkirakan sulit menembus 5% pada kuartal II tahun ini.
Ekonom Bank Danamon Irman Faiz menyampaikan bahwa pertumbuhan yang menguat pada kuartal I/2024 terutama didorong oleh konsumsi swasta dan publik, di mana konsumsi rumah tangga menyumbang 2,6% terhadap total pertumbuhan PDB pada periode tersebut.
Konsumsi pemerintah juga menyumbang 1,1% terhadap total pertumbuhan ekonomi, yang didorong oleh percepatan belanja sosial.
“Kami melihat peningkatan pertumbuhan pada kuartal I/2024 sebagian besar didorong oleh faktor-faktor yang bersifat one-off seperti Pemilu yang berlangsung satu putaran, Ramadan yang jatuh lebih awal pada bulan Maret dibandingkan dengan April pada tahun sebelumnya, dan percepatan belanja sosial,” katanya Selasa (7/5/2024).
Menurut Faiz, pertumbuhan ekonomi domestik ke depan akan menghadapi sejumlah tantangan, salah satunya tingkat suku bunga yang lebih tinggi dan lebih lama, yang dapat mempengaruhi pelemahan permintaan global dan domestik.
Permintaan global yang lebih lemah, imbuhnya, telah mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia yang mencatatkan pertumbuhan negatif pada kuartal pertama 2024. Dia memperkirakan, kondisi ini akan terus berlanjut sepanjang 2024.
Oleh karena itu, Faiz memperkirakan perekonomian Indonesia pada kuartal II/2024 berpotensi tumbuh di bawah 5% atau lebih rendah dibandingkan kuartal I/2024.
“Kami memperkirakan pertumbuhan PDB akan melambat menjadi 4,9% yoy pada kuartal II/2024, menghasilkan pertumbuhan 5,0% yoy untuk keseluruhan tahun 2024,” jelasnya.
Pada kesempatan berbeda, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan bahwa perekonomian Indonesia pada semester pertama 2024 ini diperkirakan masih akan dihadapkan pada tantangan, baik dari domestik maupun eksternal.
Dari sisi internal, Josua menjelaskan, salah satu tantangannya adalah tekanan inflasi bahan makanan yang meningkat akibat El Nino dan dapat berdampak pada konsumsi rumah tangga.
Transisi pemerintahan juga dapat mendorong investor untuk mengadopsi pendekatan wait and see, yang mempengaruhi investasi tetap.
“Selain itu, risiko perlambatan kinerja ekspor akibat perlambatan ekonomi global juga menjadi perhatian,” katanya.
Meskipun demikian, Josua mengatakan bahwa peluang pertumbuhan ekonomi ke depan tetap ada, salah satunya didorong peningkatan belanja pemerintah terkait dengan pemilu dan percepatan Proyek Strategis Nasional seperti IKN.
Sementara itu, Josua mengatakan bahwa potensi penurunan suku bunga kebijakan global mulai terlihat memasuki semester kedua 2024, meski memang tidak akan sebesar yang diantisipasi sebelumnya.
Oleh karena itu, tekanan eksternal diperkirakan akan berangsur-angsur berkurang. Seiring dengan semakin jelasnya transisi pemerintahan, investor domestik maupun asing juga kemungkinan akan beralih dari sikap wait and see, yang mengarah pada kebangkitan investasi langsung dan arus modal masuk.
Josua menambahkan, pertumbuhan ekonomi sepanjang 2024 juga akan didukung oleh kebijakan fiskal dan moneter yang bertujuan untuk menyeimbangkan antara stabilitas dan pertumbuhan.
“Secara keseluruhan, kami mengantisipasi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 akan tetap kuat. Kami mempertahankan perkiraan kami bahwa ekonomi dapat tumbuh sebesar 5,07%, dibandingkan dengan 5,05% pada 2023,” jelas Josua.