Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) membeberkan industri alas kaki dalam negeri masih menghadapi tekanan sehingga kinerjanya masih terkontraksi pascapandemi.
Direktur Eksekutif Aprisindo Firman Bakrie mengatakan, sejak pandemi hingga saat ini kondisi industri belum pulih normal. Terlebih, tantangan inflasi pangan pada awal tahun ini yang memicu lesunya daya beli konsumen.
"Beberapa brand pada Lebaran kemarin untuk segmen menengah-menengah ke bawah mengalami penurunan dibanding untuk periode yang sama di 2023 lalu. Yang pasti juga berpengaruh pada produsen alas kaki," kata Firman saat dihubungi, Minggu (5/5/2024).
Salah satu produsen alas kaki di Indonesia yang terkena imbas, yakni pabrik sepatu Bata milik PT Sepatu Bata Tbk. (BATA) di Purwakarta yang akhirnya berhenti beroperasi per 30 April 2024.
Berdasarkan informasi yang diterima Aprisindo, penutupan pabrik sepatu tersebut dikarenakan adanya masalah pesanan yang sepi sehingga berdampak pada defisit yang harus ditanggung perusahaan. Namun, Firman belum dapat memberikan penjelasan lebih lanjut.
"Terkait dengan penutupan pabrik Bata, karena kebetulan masih hari libur kami belum dapat penjelasan secara lebih detail," ujarnya.
Baca Juga
Secara umum, Firman menjelaskan bahwa Bata merupakan brand sepatu yang telah masuk dan mewarnai pasar domestik cukup lama. Bata memiliki segmen pasar dalam negeri dan sejumlah produk untuk pasar ekspor.
Meskipun mengalami penghentian operasional pabrik di Purwakarta, perusahaan tersebut masih tetap menjalankan usahanya di Indonesia, khususnya di sektor ritel.
"Saat ini bisnis Bata di Indonesia masih jalan. Khususnya untuk yang bidang ritelnya. Selain produksi di Purwakarta, Bata juga masih memiliki skema bisnis berupa order maklun ke pabrik lokal Indonesia untuk brand mereka," pungkasnya.
Adapun, PT Sepatu Bata Tbk (BATA) resmi menutup operasional pabrik sepatunya yang berlokasi di Purwakarta per 30 April 2024 lalu lantaran kerugian yang terus ditanggung selama 4 tahun terakhir.
Corporate Secretary BATA Hatta Tutuko mengatakan, pihaknya telah melakukan berbagai upaya, tetapi kerugian dan tantangan industri akibat pandemi hingga perubahan perilaku konsumen terlampau cepat tak mampu dibendung.
"Perseroan sudah tidak dapat melanjutkan produksi di pabrik Purwakarta, karena permintaan pelanggan terhadap jenis produk yang dibuat di Pabrik Purwakarta terus menurun," kata Hatta, dikutip dari Bursa Efek Indonesia (BEI).
Bahkan, Hatta menerangkan bahwa kapasitas produksi di pabrik tersebut jauh lebih besar dibandingkan kebutuhan secara berkelanjutan dari pemasok lokal di Tanah Air.
Adapun, pada Januari-September 2023 tercatat kerugian BATA mencapai Rp80,65 miliar atau meningkat 294,76% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp20,43 miliar.
Sementara itu, penjualan bersih BATA pada periode tersebut turun 0,42% menjadi Rp488,47 miliar atau lebih rendah dari tahun sebelumnya Rp490,57 miliar.