Bisnis.com, JAKARTA – Produsen fesyen sepatu asal Jerman, Adidas AG dan Puma SE, mengincar pasar olahraga lari dalam upaya mempertahankan kompetitivitas di tengah ancaman tarif AS.
Adapun, fokus untuk sepatu lari disebut bisa menopang pertumbuhan Adidas dan Puma setelah keduanya kehilangan pangsa pasar di segmen ini. Setidaknya, pesaing yang lebih kecil seperti Hoka milik Deckers Outdoor Corp. dan On Holding AG yang didukung Roger Federer saat ini membanjiri pasar.
Di tengah-tengah upaya meningkatkan kembali permintaan dan ancaman tarif AS, harga saham Adidas dan Puma terpantau loyo dalam beberapa bulan terakhir.
Analis Deutsche Bank AG Adam Cochrane mengatakan segmen lari merupakan kategori paling menarik untuk pertumbuhan dalam beberapa kuartal ke depan, termasuk kuartal ini.
Dia merujuk ke tingginya permintaan dari pelari serius, pembeli kasual yang mencari kenyamanan, serta konsumen fesyen yang menginginkan siluet unik.
"Meskipun lari selalu menjadi lahan penting untuk inovasi di pasar pakaian olahraga, raksasa Bavaria seperti Adidas dan Puma tidak terlalu fokus pada kategori ini dalam lima tahun terakhir," kata Cochrane, dikutip Bloomberg, Kamis (10/7/2025).
Baca Juga
Sebaliknya, lanjut Cochrane, Adidas dan Puma lebih berfokus pada sepatu gaya hidup, yang membuka peluang bagi merek sepatu lari baru seperti Hoka untuk mengambil alih pasar.
Saham Puma telah turun 48% sepanjang tahun ini, sedangkan Adidas turun 10%. Puma menolak memberikan komentar menjelang laporan pendapatan kuartal kedua yang dijadwalkan pada 31 Juli 2025. Adidas, yang akan melaporkan kinerjanya pada 30 Juli 2025, juga belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar.
Membangkitkan kembali lini sepatu lari bisa membantu Puma mengangkat citra merek, menurut Cochrane. Lini Nitro khususnya—yang diluncurkan pada 2021 dan menampilkan sol dengan suntikan gas nitrogen untuk memberikan efek pantulan—bisa menjadi inti dari strategi CEO Puma yang baru Arthur Hoeld.
Adidas pun tak bisa mengabaikan kategori lari. Minat terhadap lini gaya hidup populer seperti Terrace mulai memudar, sementara model retro seperti Superstar dan SL 72 kehilangan momentum, menurut analisis Barclays Plc terhadap data Google Trends.
Namun, Analis Barclays Carole Madjo mengatakan lini sepatu lari seperti adizero dan EVO SL menunjukkan “momentum yang kuat, sambil menambahkan bahwa produk-produk ini dilihatnya bisa menarik minat pembeli gaya hidup dan mendapatkan pijakan di luar kalangan atlet.
Sementara itu, tarif impor dari AS tetap menjadi ancaman bagi prospek produsen pakaian olahraga, karena dapat meningkatkan biaya saat mereka menyesuaikan rantai pasokan.
Kesepakatan dagang terbaru dengan Vietnam yang menjadi pusat produksi penting bagi perusahaan-perusahaan fesyen Eropa mendapat bea masuk sebesar 20%, lebih tinggi dari perkiraan.
Rencana lebih lanjut dari Presiden AS Donald Trump untuk memberlakukan tarif 36% terhadap Kamboja dan Thailand, serta bea masuk 40% untuk Laos — ketiganya merupakan negara pemasok utama bagi industri fesyen — sempat membuat saham Puma dan Adidas turun saat diumumkan. Tarif baru ini dijadwalkan berlaku mulai 1 Agustus 2025.